Presiden Republik Indonesia Joko Widodo hari ini, Kamis 20 Juni 2024 telah memanggil lima pejabat penting ke Istana Kepresidenan. Pemanggilan para pejabat tinggi negara ini ditengarai sebagai imbas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang makin terjun bebas.
Kelima pejabat tinggi negara itu mulai dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, hingga Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Soal Nilai Tukar Rupiah
Meski awalnya enggan mengungkapkan apa alasan pemanggilan mereka ke istana oleh Presiden Jokowi ini, namun Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani memberikan sedikit bocoran. Saat ditanya pewarta, Sri Mulyani mengiyakan jika pemanggilan ini juga ada kaitannya dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Iya (soal nilai tukar rupiah terhadap dolar),” kata Sri Mulyani.
Menurut informasi, kelima pejabat penting itu tidak datang bersamaan. Menteri Keuangan Airlangga menjadi pejabat pertama yang datang dan diikuti oleh Purbaya Yudhi Sadewa. Adapun Mahendra Siregar dan Perry Warjiyo datang hampir bersamaan dan rombongan ini ditutup oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Seperti yang diketahui bersama, hingga sore hari ini rupiah ditutup pada 16.472 rupiah per dolar AS. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus mengalami kenaikan selama seminggu belakangan.
Tuai Kekhawatiran
Kondisi nilai tukar rupiah yang membumbung tinggi ini dikhawatirkan para ekonom. Mereka khawatir akan efek domino yang mungkin terjadi sebagai imbas dari pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Efek domino yang bisa terjadi tak bisa dianggap remeh, mulai dari defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 yang membengkak hingga ancaman PHK massal.
Esther Sri Astuti selaku Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan jika melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang tak terkendali ini bisa membuat industri nasional tertekan, terlebih lagi jika bahan baku yang digunakan berasal dari luar negeri. Jika sudah demikian, maka bisa dipastikan harga barang akan mengalami kenaikan.
“Kebutuhan nilai impor industri meningkat dan mempengaruhi biaya produksi industri tersebut. Mau tidak mau, harga produk final akan naik,” kata Esther.*