Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut uang iuran rakyat yang dikumpulkan melalui program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dapat diambil kembali atau dicarikan jika rakyat tersebut sudah tidak memerlukan hasil simpanan itu untuk pembiayaan rumah.
Ma’ruf mengatakan nantinya masyarakat juga akan mendapatkan bunga dari hasil iuran pegawai yang dipotong sebesar 3 persen per bulannya, dengan rincian 2,5 persen dari keringat karyawan dan 0,5 persen dibayarkan pengusaha.
“Bagi mereka yang tidak memerlukan itu, maka dana mereka aman dan nanti dikembalikan dengan imbal hasilnya. Kalau itu semua aman saya kira,” kata Ma’ruf dalam video disiarkan melalui kanal YouTube Wakil Presiden RI, Kamis (30/5).
Ma’ruf menilai polemik yang muncul karena program Tapera disebabkan pihak penyelenggara belum memberikan sosialisasi dan edukasi dengan baik. Oleh sebab itu, ia menilai perlu ada edukasi kepada masyarakat perihal program tersebut.
Ma’ruf pun menyatakan program Tapera akan bermanfaat sebab konsep awalnya adalah gotong royong.
“Kan sebenarnya Tapera itu tabungan masyarakat untuk saling membantu dalam penyediaan rumah. Kalau yang belum punya rumah itu ada KPR, ada KBR kalau dia punya tanah dia bisa membangun nanti mendapat pinjaman. Kalau yang punya rumah bisa menggunakan KRR namanya kredit renovasi rumah untuk membangun rumah,” jelasnya.
“Di dalam bahasa agama namanya ta’awun, saling membantu dalam rangka kita saling membantu,” imbuh Ma’ruf.
DPR Khawatir Ada Potensi Korupsi
Terpisah, Anggota Komisi V DPR RI Herman Khaeron mengaku khawatir program Tapera bakal menjadi sumber korupsi baru di Indonesia. Kecurigaan Herman disebabkan pengelolaan uang yang dihimpun Tapera rentan dikorupsi.
Menurut Herman, bisa saja uang tersebut sengaja diselewengkan demi meraup keuntungan segelintir pihak. Potensi tersebut menurutnya berbahaya bagi sistem keuangan negara ke depan.
“Bagaimana dengan koperasi-koperasi yang menghimpun dana masyarakat? Seperti Indosurya yang misalkan kemudian tidak kembali uangnya kepada rakyat? Kan kasihan rakyat,” kata Herman dalam diskusi Dialektika Demokrasi, Kamis (30/5).
“Nanti digunakannya kalau bukan mismanagement, korupsi ujung-ujungnya,” imbuhnya.
Herman pun mengaku tak seutuhnya menolak kebijakan itu. Malahan menurutnya program Tapera adalah kebijakan yang bagus. Namun demikian, ia menilai perlu banyaknya pertimbangan dari seluruh pihak sebelum program ini berjalan penuh.
Sebab kebijakan itu akan berdampak kepada masyarakat berpenghasilan rendah sehingga hal tersebut harus menjadi perhatian khusus pemerintah.
Di sisi lain, Politikus Demokrat itu juga berpendapat perlu ada mekanisme detail dari program Tapera.
Misalnya, apabila program tersebut menjadi mandatory atau kewajiban maka perlu dijelaskan bagaimana dengan mereka yang tidak berutang, terkait apakah mereka juga wajib mendapatkan rumah, atau iuran bulanan wajib itu bisa diuangkan di kemudian hari.
“Bagi yang telah memiliki rumah, maka tabungan ini akan dikembalikan dalam bentuk rumah masyarakat. Bagi masyarakat yang belum memiliki rumah, maka akan diberikan dalam bentuk perumahan dengan pilihan-pilihan yang dekat dengan wilayah kerjaannya. Kan harusnya begitu,” ujar Herman.
Program Tapera menjadi polemik yang menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Demikian, sebab pemerintah berencana memotong gaji pekerja sebesar 3 persen untuk simpanan Tapera paling lambat pada 2027.
Potongan gaji ini menyasar semua pekerja mulai dari PNS, TNI, Polri, karyawan swasta, pekerja mandiri hingga pekerja lepas.
Iuran dan simpanan itu bersifat wajib yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Aturan ini diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024 lalu.