Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengkritik pelaksanaan PP Nomor 21 tahun 2024 tentang penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang saat ini berkembang menjadi sebuah polemik baru di masyarakat.
Mahfud pun mendesak agar pemerintah mengkaji ulang skema hitungan program Tapera itu. Demikian Mahfud sampaikan, sebab ia berpendapat hitungan Tapera dengan simpanan wajib per bulan sebesar 3 persen itu tidak masuk akal.
“Kalau tidak ada kebijakan jaminan betul-betul akan mendapat rumah dari pemerintah bagi penabung, maka hitungan matematisnya memang tidak masuk akal,” kata Mahfud dalam cuitannya di akun X @mohmahfudmd, Kamis (30/5).
Mahfud kemudian merinci hitung-hitungan tersebut. Misalnya, dengan hitungan rakyat yang mendapatkan gaji Rp5 juta per bulan, maka mereka hanya akan mendapatkan sekitar Rp100 juta dalam periode 30 tahun menabung.
Lalu kemudian pada rakyat yang memiliki gaji Rp10 juta per bulan pun, mereka hanya akan mendapatkan Rp225 juta dalam 30 tahun.
Mantan cawapres itu lantas menilai hitungan itu tidak masuk akal lantaran harga rumah dari tahun ke tahun bakal terus mengalami kenaikan harga.
“Tentu kita paham, potongan tabungan yang 3 persen untuk Tapera itu ada bunganya. Tapi akumulasi bunga itu sepertinya tidak akan punya arti signifikan bagi keseluruhannya untuk membeli sebuah rumah kelak. Terlebih bagi mereka yang harus berhenti kerja tak sampai 30 tahun, misal karena pensiun atau sebab lain,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Mahfud menilai bagi masyarakat terutama yang memiliki gaji Rp15 juta per bulan, maka pemerintah lebih baik mengizinkan atau mempermudah mereka untuk mengambil program kredit perumahan rakyat (KPR).
Sebab, Mahfud menghitung biaya dan cicilan rumah KPR jelas dan tentu mendapatkan rumah.
Ia selanjutnya mendesak agar pemerintah bersedia menjamin rakyat sudah pasti mendapatkan rumah tersebut apabila program Tapera terealisasi mulai 2027 mendatang.
“Apa ada kebijakan yang menjamin para penabung untuk betul-betul dapat rumah? penjelasan tentang ini yang ditunggu publik,” ujar Mahfud.
Kadin Indonesia Ikut Protes
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan sudah banyak pengusaha Indonesia yang keberatan dengan program Tapera. Sebab mereka akan dibebankan pembiayaan iuran sebesar 0,5 persen bagi setiap karyawannya.
Menurut Arsjad kebijakan Tapera memang sangat baik lantaran akan membantu pekerja dalam memiliki rumah, namun kebijakan itu menurutnya tidak bisa diterapkan merata kepada seluruh perusahaan di Indonesia.
“Keberatan. Masalahnya, biaya semuanya. Nah ini yang harus kita lihat,” kata Arsjad dalam konferensi pers, Jakarta Pusat, Rabu (29/5) kemarin.
Arsjad juga mengaku paham pemerintah memiliki niat baik saat merumuskan kebijakan Tapera. Namun ia meminta agar kebijakan itu dikaji ulang dengan menimbang aspirasi baik dari kaum pekerja maupun pengusaha.
Sebab kebijakan itu juga menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Beberapa pekerja bahkan menyuarakan penolakan mereka lantaran merasa hitung-hitungan program ini tidak relevan dengan harga rumah terutama di masa depan.
“Kita harus meneliti lebih lanjut. Intinya, harus yang balance antara pengusaha dan pekerja, utamanya itu,” ujar Arsjad.
Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia bakal memotong gaji pekerja sebesar 3 persen untuk simpanan Tapera paling lambat pada 2027. Rinciannya 2,5 persen dari karyawan dan 0,5 persen dari pengusaha.
Potongan gaji itu nantinya bakal menyasar semua pekerja mulai dari PNS, TNI, Polri, karyawan swasta, pekerja mandiri hingga pekerja lepas.
Simpanan ini bersifat wajib sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, yang diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024 lalu.