Sukses meraih 5,5 juta penonton hanya dalam waktu sebulan, film Vina: Sebelum 7 Hari berhasil menarik atensi berbagai pihak. Diketahui film yang diangkat dari kisah nyata yang terjadi pada tahun 2016 tersebut mengungkapkan banyak pesan khusus dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon yang sempat menggemparkan publik.
Deeraj Khalwani selaku produser film Vina: Sebelum 7 Hari mengungkap alasan menggarap film tersebut untuk mengungkap pesan khusus yang ada dalam kasus pembunuhan Vina. Namun sayangnya, Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia tiba-tiba melaporkan produser ke Bareskrim Polri.
Dalam laporan tersebut ALMI menuding jika film Vina: Sebelum 7 Hari yang diangkat dari kisah nyata pembunuhan Vina Cirebon 2016 lalu hanya menyebabkan kegaduhan belaka di Masyarakat. Selain itu, film tersebut juga berpotensi menggiring opini negative yang akan mempengaruhi jalannya proses penyidikan.
Dikhawatirkannya, film tersebut hanya akan membuat asumsi liar saja di lingkungan Masyarakat. Tak bermaksud lain, Deeraj pun mengungkap alasannya mengangkat kisah nyata tersebut menjadi sebuah film adalah untuk menyampaikan tiga pesan penting terkait hukum di Indonesia.
Deeraj juga mengaku jika sebelum film diproduksi, pihaknya sudah berbicara dengan keluarga almarhum Vina terkait film tersebut. sukses viral dan berhasil meraih banyak penonton dalam waktu sekejap, Deeraj mengaku jika pesan dalam kasus Vina akhirnya tersampaikan.
Sebab, Deeraj merasa berkat viralnya film Vina pihak kepolisian kian gencar memburu pelaku dan menegakkan hukum.
Kontroversi Film Vina: Sebelum 7 Hari
Film Vina: Sebelum 7 Hari sukses mendapat sambutan positif dari penonton, hingga kasus tersebut kembali menjadi sorotan. Tapi, keberhasilan film tersebut digantikan dengan kontroversi yang memicu pertentangan di tengah masyarakat sehingga menuai pro dan kontra.
Puncak kontroversi dimulai saat Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia (ALMI) melaporkan produser serta rumah produksi film Vina ke Bareskrim Polri. Namun sayangnya pihak kepolisian menolak laporan tersebut dengan alasan bahwa bukti yang diserahkan tidak memadai untuk menempuh jalur hukum.
Pihak Bareskrim mminta ALMI untuk melaporkan film Vina Sebelum 7 Hari ke Komisi Penyiaran Indonesia terlebih dulu dan ke Lembaga Sensor Film yang bertanggung jawab atas penayangan di bioskop. Dan ALMI setuju untuk mengikuti berbagai prosedut tersebut.
Zainal Arifin selaku Ketua ALMI menegaskan jika film Vina bukan hanya sekedar film. Tetapi memiliki dampak yang sangat serius terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Menurutnya, pemberitaan yang terlalu berlebihan dan narasi yang disajikan dalam film akan menciptakan opini publik yang negatif.
Memang seperti yang kita ketahui, hingga saat ini kasus Vina Cirebon yang terjadi 2016 silam masih menjadi bahan perdebatan di sosial media. Polemik ini bahkan menyoroti berbagai sisi hubungan antara hukum, media, dan opini publik.
Di tengah polemik ini, Zainul Arifin akan terus berjuang untuk keadilan korban dan memastikan agar proses hukum berjalan lancar bagaimana semestinya. Dia akan kembali berencana melaporkan pihak-pihak produksi film dengan hukum yang jelas menggunakan Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 ATAU Pasal 31 UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman.
Polemic akan tetap berlanjut, kontroversi film dan kasus Vina Cirebon juga akan terus memanas. Belajar dari film Vina Sebelum 7 Hari, sangat penting untuk sadar akan dampak media terhadap jalannya proses hukum dan keadilan yang berlaku di negara Indonesia.
Hingga saat ini Kepolisian Daerah Jawa Barat masih aktif menyelidiki kasus dan pelaku pembunuhan Vina. Lalu, jika film Vina: Sebelum 7 Hari tidak ditayangkan, apakah hukum dan keadilan akan tetap berjalan seperti saat ini?