Keputusan Pemerintah memberlakukan kebijakan pungutan iuran Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera kembali mendapatkan kritikan tajam dari para pengamat ekonomi. Mereka menilai jika keputusan pemberlakukan Tapera ini masih jauh dari urgensi para pekerja saat ini.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Trubus Rahadiansyah selaku pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti baru-baru ini. Meski pemerintah memiliki niat yang baik, namun Trubus mengungkapkan jika program Tapera ini seperti dipaksakan pelaksanaannya.
“Keluarnya PP 21 itu menurut saya memang belum urgent, meskipun sebetulnya niatnya baik.” ujar Trubus.
Bukan Prioritas Utama
Pejabat Lektor Kepala Universitas Trisakti itu menambahkan jika pada saat ini masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi kebawah menilai jika kebutuhan akan tempat tinggal masih belum menjadi prioritas utama. Ia menilai jika golongan masyarakat dengan ekonomi rendah lebih mementingkan kesehatan.
“Khusus masyarakat (ekonomi) bawah berat, nggak bisa. Masih ada yang lebih mendesak. (Dibanding) disuruh mencicil rumah, orang lebih mementingkan kesehatan,” imbuhnya lagi.
Ia dengan tegas meminta agar pemerintah mau menunda atau bahkan merevisi peraturan tentang iuran Tapera lebih dahulu. Pasalnya, hingga saat ini, rincian dan juga aturan main regulasi penetapan Tapera tersebut masih belum jelas.
Hal-hal seperti mekanisme masyarakat yang enggan menggunakan Tapera, peraturan agar tidak terjadi tumpang tindih dengan program sejenis, hingga pengelolaan dana Tapera tersebut masih belum jelas mekanisme akan seperti apa.
Kondisi ini akan semakin miris dengan realita pendapatan para pekerja pada saat ini yang sudah mendapatkan banyak potongan dari BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Trubus menjelaskan seharusnya pemerintah mensosialisasikan regulasi tentang Tapera terlebih dahulu kepada masyarakat. Pemerintah juga diharapkan lebih peka lagi dengan kondisi masyarakat saat ini sebelum ketok palu menjalankan sebuah peraturan. Ia juga mempertanyakan bagaimana jika seseorang itu tidak mampu membayar iuran.
“Harus disosialisasikan dulu. Harus melihat situasi masyarakat kita. Kalau tidak mampu, apa harus bayar?” pungkasnya.
Daya Beli Masyarakat Turun
Kritik serupa juga disampaikan oleh Mohammad Faisal selaku Direktur Ekskutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia. Ia menilai jika keputusan pemerintah untuk memberlakukan Tapera pada saat ini tidak tepat. Pasalnya pada saat ini telah terjadi penurunan daya beli masyarakat, terlebih bagi masyarakat kalangan kelas menengah dan kebawah.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh pihaknya, pada saat ini terjadi penurunan pertumbuhan upah riil sebesar 1 persen. Ini merupakan sebuah pertanda jika pendapatan masyarakat ikut mengalami penurunan. Hal serupa juga terjadi pada konsumsi dan kredit masyarakat.
Kondisi ini membuat kemampuan masyarakat kelas menengah kebawah untuk membeli kebutuhan sekunder dan juga tersier sangat terbatas. Ia lebih lanjut mengungkapkan jika saat ini masyarakat lebih mementingkan kebutuhan dasar seperti kebutuhan pangan saja.
Fakta yang terjadi di lapangan inilah yang membuat pihaknya menilai jika kebijakan pembelian rumah dengan dicicil melalui Tapera yang dikreasikan oleh pemerintah tidak tepat. Pasalnya, jika dipaksakan pihaknya khawatir hal ini justru akan membebani konsumsi untuk kebutuhan dasar.
“Kalau sekarang waktunya tidak tepat, secara akumulatif akan menambah beban masyarakat.” pungkasnya.*