Produser film Vina: Sebelum 7 Hari telah dilaporkan ke Bareskrim (Badan Reserse Kriminal) karena membuat gaduh. Film yang merupakan adaptasi dari kasus pembunuhan Cirebon itu telah mendapat tuduhan memicu kegaduhan di kalangan masyarakat.
Bahkan, terdapat dugaan bahwa film produksi Dee Company itu dapat berpotensi menggiring opini, sehingga bisa berpengaruh pada proses penyidikan yang sedang berlangsung.
Anggy Umbara selaku sutradara telah merespon tindakan tersebut. Ia mengaku pelaporan itu sangat kocak.
Kepopuleran Film Vina: Sebelum 7 Hari
Vina: Sebelum 7 Hari pertama kali tayang di bioskop Indonesia pada 8 Mei 2024 dan telah menjadi sensasi di kalangan masyarakat. Saking populernya, film ini memicu membuka kembali penyelidikan kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon.
Film arahan Anggy Umbara itu menggabungkan elemen genre horor dan true crime karena terinspirasi dari kisah nyata. Kisah dari film itu berfokus pada kasus kematian Vina dan Eky di Cirebon.
Dikutip dari Ngopi Bareng, film produksi Dee Company itu sudah menembus 5,5 juta penonton pada hari ke-19 penayangannya di bioskop. Angka ini menjadikannya sebagai film terlaris ke-8 di Indonesia, melengserkan posisi Sewu Dino yang mengumpulkan 4,89 juta penonton.
Popularitas dari film ini membuat masyarakat meminta agar kasus ini kembali memasuki penyelidikan. Pasalnya, tiga dari sebelas orang pelaku tetap menjadi buron saat itu.
Hingga saat ini, Pegi Setiawan alias Perong telah berhasil tertangkap atas tuduhan menjadi otak pembunuhan. Sementara dua sosok lain, Dani dan Andi, terhapus dari DPO karena dianggap fiktif.
Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia Ajukan Tuntutan ke Bareskim
Sementara itu, Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia (ALMI) justru mengajukan tuntutan terhadap produser Vina: Sebelum 7 Hari ke Bareskrim ke Jakarta pada 29 Mei. Pihaknya merasa film tersebut memicu kegaduhan dan asumsi liar masyarakat.
“Perdebatan yang terjadi di internet telah memicu kegaduhan dan multitafsir di kalangan masyarakat tentang proses hukum yang sedang berjalan,” ungkap Zainul Arifin, ketua ALMI.
Menurutnya, opini yang berkembang menimbulkan berbagai narasi-narasi negatif sehingga meresahkan dan menganggu jalannya proses hukum.
“Ada dua ranah yang bisa diambil penegak hukum dan pemerintah tentang tindak pidana yang membuat kegaduhan,” tambah Zainul.
Zainul menambah terdapat dua pasal yang dapat menjadi dasar delik pidana, salah satunya Pasal 2 ayat (2) UU ITE tentang ujaran kebencian.
Lantas, Bareskrim meminta agar ALWI berkonsultasi terlebih dahulu film Vina: Sebelum 7 Hari pada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Pada akhirnya juga ada tahapan, salah satunya mengajukan keberatan pada lembaga sensor. Mungkin nanti kita akan menyampaikan untuk meminta pendapat lembaga sensor,” ungkapnya.
Sekretaris Jenderal ALMI Mualim Bahar ikut berpendapat bahwa film Vina: Sebelum 7 Hari dapat berpengaruh terhadap proses penyidikan dan putusan perkara majelis hakim.
Ini Respon Sutradara!
Anggy Umbara selaku sutradara film telah merespon tindakan ALWI tersebut. Dalam wawancaranya dengan Republika.co.id, ia mengaku tidak habis pikir dengan tindakan tersebut.
Menurutnya, ia merasa film garapannya itu tidak pantas mendapat aduan ke polisi. Pasalnya, ia melihat sama sekali ada dasar hukum pelaporan tersebut.
Baginya, film Vina: Sebelum 7 Hari sudah lulus sensor dan memberi hikmah bagi masyarakat Indonesia. Terlebih, putra dari sutradara kondang Danu Umbara itu merasa kegaduhan terjadi bukan karena filmnya, melainkan kasus pembunuhan Vina.
“Makin kocak saja hukum di negara ini jika pembuat film yang filmnya sudah lulus sensor, menjadi favori masyarakat hingga jutaan penonton, tapi malah dikriminalisasi,” ujarnya.