Bencana alam “Galodo” kembali terjadi di Sumatera Barat pada Sabtu, 11 Mei 2024 dan Minggu, 12 Mei 2024. Galodo adalah istilah yang sering dipakai oleh warga Sumbar untuk bencana banjir bandang atau banjir lahar dingin Gunung Marapi di Agam. Menurut cerita turun temurun, galodo adalah suara gemuruh yang datang dari kedalaman alam saat banjir bandang mengancam.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Dwikorita menjelaskan bahwa galodo terjadi karena akumulasi air selama hujan yang tertahan di bagian hulu sungai yang biasanya disebabkan oleh runtuhan batuan, endapan longsor yang menahan aliran hujan. Sehingga air yang tertahan mengakibatkan desakan atau dorongan yang menjebolkan timbunan endapan sebelumnya.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menjelaskan bahwa setidaknya ada 5 daerah terdampak banjir, yakni Tanah Datar, Agam, Kota Padang Panjang, Kota Padang dan kabupaten Padang Pariaman, dengan korban jiwa mencapai 50 orang (Agam 20, Padang Panjang 2, Tanah datar 19, Padang Pariaman 8, Kota Padang 1), 27 orang hilang dan masih dalam pencarian, 37 korban luka-luka, dan sebanyak 3.396 jiwa mengungsi ke posko terdekat. Jumlah korban kemungkinan masih akan terus bertambah sesuai dengan temuan dan laporan di lapangan.
Pemerintah pusat, pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan TNI Polri sepakat untuk mendapatkan masa tanggap darurat untuk bencana ini memastikan bahwa kebutuhan dasar mereka terpenuhi. Suharyanto mengatakan secara simbolis pemerintah juga sudah memberikan bantuan berupa dana dan juga kebutuhan sehari-hari yang akan terus dievaluasi sesuai dengan data di lapangan.
Lebih lanjut Suharyanto menegaskan bahwa tahap transisi dan rehabilitasi rekonstruksi juga akan bersamaan dilakukan untuk melihat hal-hal yang perlu segera pulih dan kembali normal, terutama jalur transportasi, juga rencana normalisasi sungai untuk mengantisipasi datangnya bencana di kemudian hari.
Hingga saat ini BNPB masih fokus dalam upaya pencarian korban hilang dengan menggunakan alat-alat berat karena evakuasi terkendala oleh akses yang terputus karena tertutup oleh lumpur dan bebatuan. BNPB akan menanggung biaya sewa alat-alat berat hingga 6×24 jam sesuai dengan “golden time” yang ditetapkan oleh Basarnas, tetapi apabila pihak ahli waris masih menginginkan adanya pencarian, maka Basarnas akan melanjutkan pencarian.
Kapusdatin dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan BNPB mendevel 1 unit heli untuk kebutuhan evakuasi dan juga untuk mendistribusi logistik di daerah-daerah terdampak bencana.
Menurut Abdul Muhari, titik-titik daerah terdampak ini semuanya ada di jalur lahar hujan Marapi. Pertanyaannya, apakah peta kawasan rawan bencana Marapi ini sudah dipahami oleh Pemerintah Daerah? Kalau sudah, apakah sudah diimplementasikan dalam upaya kesiapsiagaan?
Sebagai contoh, pasca Marapi erupsi akhir tahun lalu, ada 21 pendaki yang kemudian juga menjadi korban meninggal dunia yang ternyata tidak mengetahui bahwa ada jarak radius 3 kilometer yang tidak boleh dilalui. Ketika itu dilanggar, maka kita tidak tahu Merapi erupsi, dan akan sangat sulit untuk menyelamatkan diri pada saat kondisi sudah di puncak.
Menurut catatan BNPB, dalam 2 bulan terakhir ada 3 kali lahar dingin, sementara di peta kawasan rawan bencana sangat banyak saat ini yang kemudian ada pemukiman masyarakat. Itu yang menjadi salah satu poin evaluasi BNPB, apakah kedepannya warga bersedia untuk direlokasi atau harus ada solusi lain yang diupayakan. Sementara itu hingga berita ini diturunkan, warga masih dalam keadaan panik karena adanya kabar banjir lahar dingin susulan. Mereka berbondong-bondong menyelamatkan barang dan juga harta benda mereka.