Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belakangan ini mencuri perhatian publik, apalagi kalau bukan mengenai kinerja dari Bea Cukai ini.
Berbagai keluhan dan kritikan muncul diberikan oleh masyarakat kepada DJBC Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang terus berdatangan.
Atas kritikan yang diberikan oleh masyarakat kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tentunya Menkeu Sri Mulyani tak tinggal diam.
Berbagai keluhan yang muncul seperti Bea masuk produk sepatu, pengiriman paket action figure bahkan mengenai alat belajar taptilo untuk SLB.
Bea Masuk Produk Sepatu
Laki-laki bernama Radhika Althaf sempat mengeluhkan biaya pengiriman sepatu yang sangat besar yaitu Rp10 juta dengan Bea masuk sepatu mencapai lebih dari Rp30 juta.
Radhika Althaf mengaku jika sepatu yang diperolehnya dari perusahaan jasa titip DHL memiliki nominal harga yang jauh lebih rendah dibandingkan harga aslinya.
Protes Influencer Mengenai Pengiriman Paket Action Figure
Bukan hanya itu saja, Kasus lainnya terkait influencer yang protes di media sosial mengenai pengiriman paket action figure.
“Bea Cukai dalam hal ini melakukan koreksi sehingga kemudian muncul kewajiban bea masuknya dan ini telah diselesaikan pembayaran oleh yang bersangkutan,” ucap Sri Mulyani Selaku Menteri Keuangan pada Kamis, 2 Mei 2024.
Kasus Alat Hibah SLB
Kasus lain yang turut menyita perhatian publik adalah mengenai alat hibah SLB yakni berupa alat belajar bagi siswa tunanetra yang diberi nama taptilo.
Alat belajar taptilo ini konon diterbangkan langsung dari Korea Selatan.
Alat belajar taptilo pertama kali datang ke Indonesia yaitu pada 18 Desember 2022.
Mirisnya lagi, pihak sekolah yang mendatangkan alat belajar taptilo tersebut malah diminta menebusnya dengan uang.
Akan tetapi, Sri Mulyani sudah meminta kepada Bea Cukai untuk membebaskan alat belajar taptilo tersebut karena dianggap alat hibah.
Dengan munculnya kasus tersebut ikut ditanggapi pula oleh Trubus Rahadiansyah, Pengamat Kebijakan Publik yang mengungkapkan jika kasus-kasus tersebut bisa muncul karena banyak oknum atau pegawai yang nakal.
Menurut penuturannya, banyak oknum yang memanfaatkan kelemahan aturan untuk memperoleh kepuasan dan keuntungan pribadi.
Trubus Rahadiansyah menuturkan jika institusi tersebut memiliki pengawasan yang lemah sehingga munculah oknum nakal yang memanfaatkan kesempatan tersebut.
“Bea Cukai pengawasannya ya ada di internal dia sendiri. Itu lah jadi masalah kan, karena enggak mungkin jeruk minum jeruk,” tambahnya kemudian.
Pengamat Kebijakan Publik tersebut juga mengingatkan Sri Mulyani untuk bertindak tegas jika menemukan oknum yang nakal dan perlu melibatkan lembaga lain seperti Kementerian Perdagangan dalam pengawasan internal di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Bahkan ia menganggap jika terdapat banyak importir yang bermain menggunakan mekanisme self assessment dengan tidak memberikan harga barang yang tidak sesuai.