Diketahui jumlah utang jatuh tempo Indonesia pada tahun 2025 mendatang tembus Rp800 triliun. Itu artinya Indonesia akan dihadapi dengan sebuah tantangan besar, yakni utang negara yang jatuh tempo pada tahun mendatang.
Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati memberikan tanggapanya melalui Rapat Dengar Pnedapat bersama jajaran Komisi XI DPR RI pada Kamis, 6 Mei 2024 kemarin. dalam acara rapat ini dijelaskan tentang rincian dan langkah yang akan diambil pemerintah Indonesia dalam menghadapi masalah utang yang akan jatuh tempo.
Diketahui, utang jatuh tempo pada tahun 2025 ini terdiri dari Rp705,5 triliun yang berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) dan sebanyak Rp94,83 triliun berasal dari pinjaman lain. Utang tersebut juga merupakan bagian dari total utang pemerintah dengan nominal sebesar Rp8.338 triliun per April 2024, Rp7.333 triliun di antaranya dari SBN dan sisanya Rp1.005 triliun berupa pinjaman.
Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa tak ada yang harus dipermasalahkan dan dikhawatirkan dari utang-utang tersebut selama persepsi APBN, kondisi politik, dan kondisi ekonomi Indonesia tetap stabil.
“Kalau negara ini tetap kredibel, APBN-nya baik, kondisi politiknya baik, dan kondisi ekonominya stabil bisa dipastikan risikonya kecil,” ujar Sri Mulyani.
Menteri Keuangan Indonesia ini juga menjelaskan bahwa pasar akan tetap percaya pada perekonomian Indonesia keadaannya aman terkendali.
“Karena market beranggapan ‘Oh negara ini sama’, jadi jatuh tempon yang terlihat di sini itu tidak masalah selagi persepsi terhadap APBN, kebijakan fiskal, ekonomi, dan tentu politik tetap sama,” tambahnya.
Dalam Rapat Dengar Bersama Komisi XI DPR RI, Sri Mulyani juga tetap optimis bahwa Indonesia bisa mengatasi utang sebesar Rp800 triliun yang akan jatuh tempo pada tahun 2025 tersebut dengan baik.
Bahkan menurutnya saat ini pemerintah dengan berupaya melakukan komitmen dalam menjaga kestabilan ekonomi negara agar beban utang negara bisa dikelola leboh efektif tanpa menimbulkan gejolak yang akan berimbas bagi ekonomi Indonesia.
Sri Mulyani juga mengingatkan jika sumber utang-utang tersebut turut didorong oleh faktor Pandemi COVID-19 yang sempat melanda Indonesia beberapa tahun lalu. Bahkan tercatat pada saat itu Indonesia setidaknya membutuhkan dana Rp1000 triliun untuk mengcover kebutuhan negara ditambah lagi penerimaan keuangan negara saat itu sedang menurun 19 persen dari biasanya.
Per April, tercatat mayoritas utang Indonesia berasal dari Surat Berharga Negara skeeter 88 persen. Barusal skeeter 12 persen sisanya berbentuk pinjaman. Hingga kini tercata rasio utang Indonesia mencapai 38 persen per April 2024. Angka ini tetap konsisten dan masih berada di batas aman PDB sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Penyebab Utang RI Terus Bertambah
Dilansir dari laman Kementerian Keuangan Indonesia, ada beberapa penyebab mengapa sebuah negara berutang, salah satunya untuk meningkatkan ketinggalan infrastruktur dan memperbaiki masalah konektivitas. Kedua masalah inilah yang kerap menjadi penyumbang terbanyak utang sebuah negara.
Sebenarnya utang adalah hal yang wajar dan sah-sah saja apabila dikelola dengan baik. Sebab utang negara dimanfaatkan untuk membiayai berbagai kegiatan yang bersifat produktif bagi negara sehingga bisa dijadikan investasi jangka panjang.
Seperti yang diketahui, bukan hanya mengejar ketertinggalan infrastruktur Indonesia juga berusaha meningkatkan sumber daya manusia melalui berbagai cara mulai dari Pendidikan, perlindungan sosial, hingga Kesehatan. Di mana hal tersebut membutuhkan anggaran yang tak sedikit tentunya.
Kebutuhan Pembangunan yang sangat besar namun pendapatan negara belum mampu membuat Indonesia harus terus menerus menambah nominal utangnya. Dan pada akhirnya pajak-pajak yang ditagih di masa yang akan datang itulah yang akan digunakan untuk membayar utang negara.