Ramai petisi online berisi protes terhadap aturan tunjangan hari raya (THR) Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegwai Negeri Sipil  (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2023. Isi petisi itu juga menyerukan kepada pemerintah merevisi aturan THR karena komponen tunjangan kinerja (tukin) belum 100 persen seperti sebelum pandemi Corona Virus Desease 2019 atau COVID-19.

Sebagai informasi komponen THR PNS 2023 terdiri dari tukin 'hanya' 50%, ditambah gaji/pensiunan pokok dan tunjangan yang melekat (tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan struktural/fungsional/umum).

Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 15 Tahun 2023 tentang THR dan Gaji ke-13 Aparatur Negara dan Pensiunan 2023. Petisi yang dimulai oleh akun @persada sm809 pada laman resmi change.org, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi PP tersebut.

Hingga Sabtu (01/04/2023) pukul 04.30 WIB, petisi itu telah ditandatangani 3.000 akun pendukung dan jumlah itu masih akan naik terus.

"ASN bukan hanya pengabdi bagi negara, tapi penanggung jawab keluarga. ASN bersuara bukan karena tidak bersyukur dan ingin membangkang kepada Pemerintah, tetapi hanya ingin meminta "belas kasihan" dari penguasa negara ini," tulis pembuat petisi tersebut, dikutip Sabtu (01/04/2023).

Menurutnya, 3 tahun terakhir ini telah menjadi bentuk pengabdian ASN kepada negara di tengah berbagai cobaan yang menghampiri. Akan tetapi, jerih payahnya dianggap tidak dihargai oleh pemerintah.

"Kami Mohon kepada Bapak Presiden RI Joko Widodo agar bisa merevisi keputusannya terkait besaran THR ASN di 2023 ini. THR ini bukan kami pergunakan untuk berfoya-foya, tapi kami manfaatkan untuk orang tua, istri, anak-anak dan saudara kami. Jangan samakan kami dengan para pejabat dan pegawai dari instansi yang bergelimang uang," tulisnya.

Para penandatangan petisi itu juga berkomentar. Malah, beberapa ada yang menyindir Direktorat Jenderal Pajak (DJP) diberikan bonus karena realisasi pajak tercapai, sementara ada hak orang lain yang harus dipotong.

"PNS jelata saja yang dikorbankan, pejabat dan instansinya sendiri dapet bonus, pamer kekayaan serta tukin besar. Sejahtera kok hanya untuk golongan sendiri, yang lain dianggap beban APBN. Katanya APBN surplus, neraca keuangan sehat, ekonomi meroket eh malah Ditjen Pajak dapet bonus, yang lain potong terus haknya," isi salah satu komentar tersebut.

"Larangan hidup mewah untuk ASN, hahahaluu. Bahkan larangan, kalian perintah hedon pun kami gak akan sanggup kecuali kemensultan dan sekarang tukin kami yang ga seberapa ini dipotong 50%. Kinerja Menteri terbaik se-Asia Pasifik dan jajarannya emang ga perlu diragukan ngoahahaha," tulis akun bernama 'Nasib Bukan Kemenkeu'.

Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yustinus Prastowo mengatakan petisi itu sebagai bentuk ekspresi dan aspirasi para PNS. Kemenkeu pun menghormati langkah tersebut.

"Tentu saja kami menghormati aspirasi yang disampaikan. Kami dapat memahami itu sebagai ekspresi, aspirasi sekaligus optimisme terhadap pemulihan ekonomi," kata Prastowo.

Yustinus menjelaskan pemerintah mengalokasikan THR PNS 2023 dengan anggaran Rp 38,9 triliun. Keputusan itu telah memperhatikan kemampuan keuangan negara di mana diputuskan komponen dari tukin hanya 50 persen.

"THR dan gaji ke-13 untuk aparatur negara dan pensiunan sebagai apresiasi terhadap kontribusi mereka dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara," tutur Prastowo.

THR PNS 2023 belum bisa cair 100 persen karena pemerintah mempertimbangkan kondisi pemulihan ekonomi yang masih mengalami ketidakpastian karena tantangan global. Diharapkan kondisi tahun depan sudah lebih baik sehingga hak para abdi negara bisa diberikan secara penuh.

"Kita masih diliputi ketidakpastian akibat kondisi geopolitik dan ekonomi global yang dinamis. Kami berharap seiring arah kebijakan fiskal yang baik, kondisi yang stabil dan berbagai tantangan yang dapat dikelola, menjadi prakondisi yang baik bagi pembayaran THR dan gaji ke-13 tahun depan yang lebih ideal," pungkas Yustinus Prastowo.