Sejumlah negara memblokir atau melarang aplikasi TikTok. Aplikasi berbagi video singkat ini disebut tengah mendapatkan pengawasan global.

Di Amerika Serikat (AS), Gedung Putih mengatakan, lembaga federal punya waktu 30 hari untuk menghapus aplikasi TikTok dari perangkat pemerintah. Pembatasan serupa telah menyebar ke puluhan negara bagian AS.

RUU yang diperkenalkan awal bulan ini akan memberikan Kementerian Perdagangan AS, kuasa untuk melarang perusahaan asing beroperasi di sana jika ada ancaman keamanan nasional.

Sebuah laporan menyebutkan, pemerintah AS meminta ByteDance untuk menjual platform tersebut atau terpaksa diblokir.
Kabar ini pertama kali diberitakan oleh The Wall Street Journal dan kemudian oleh The New York Times.

Ancaman pemerintahan Joe Biden ini merupakan eskalasi dari larangan terbatas, serta undang-undang tertunda yang telah menggelembung selama beberapa waktu.

Seperti yang diketahui, ancaman keamanan nasional menjadi alasan beberapa pejabat, yang menilai platform berbagi video asal China itu harus dilarang.

Di sisi lain, TikTok menegaskan data pengguna tidak disimpan di China. Mereka juga mengusulkan kesepakatan dengan pemerintah, yang akan membatasi operasional AS dari ByteDance, untuk mengurangi kekhawatiran.

Sementara dengan alasan yang kurang lebih sama, Pemerintah Inggris melarang TikTok untuk digunakan bagi para pejabat dan karyawan pemerintah. Aplikasi TikTok dilarang untuk diunduh dan dipasang di perangkat seluler resmi pemerintah.

Langkah Inggris ini menambah pembatasan serupa yang diberlakukan oleh sekutu di Kanada, AS dan Uni Eropa. Aplikasi media sosial tersebut tidak banyak digunakan oleh pejabat Inggris.

Dilansir CNN, Jumat (17/03), larangan ini dilakukan karena adanya kekhawatiran tentang hubungan TikTok dengan Pemerintah China melalui perusahaan induknya, ByteDance.

Dengan alasan menangkal potensi ancaman keamanan siber, otoritas Selandia Baru juga melarang penggunaan TikTok pada perangkat yang tersambung dengan jaringan parlemen.

Kepala Eksekutif Dinas Parlemen Selandia Baru Rafael Gonzales-Montero pada sebuah surat elektronik kepada Reuters menyatakan keputusan tersebut diambil setelah mendengarkan saran ahli-ahli keamanan siber dan diskusi internal pemerintah serta dengan negara-negara lain.

"Berdasarkan informasi tersebut, Dinas Parlemen menyimpulkan bahwa risiko (media sosial TikTok) tidak dapat ditoleransi di tengah ekosistem Parlemen Selandia Baru sekarang," katanya.

Pengaturan khusus akan dibuat untuk pihak terkait Parlemen Selandia Baru yang memerlukan aplikasi daring tersebut dalam pekerjaannya, katanya.

Ia menambahkan pelarangan penggunaan TikTok pada semua perangkat yang tersambung dengan jaringan parlemen tersebut akan dimulai pada akhir Maret.