Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulang kali menunjukkan keseriusan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Presiden telah menerangkan bahwa IKN bukanlah proyek jangka pendek, tapi akan berlangsung hingga 10-15 tahun mendatang.

Bahkan, Jokowi telah memberi kepastian dan jaminan kemudahan berusaha di IKN dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 12/2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara.


PP yang terdiri dari 7 Bab dengan 73 pasal itu mengatur soal pemberian perizinan berusaha, kemudahan berusaha, dan fasilitas penanaman modal bagi pelaku usaha di Ibu Kota Nusantara.

Fasilitas investasi yang diberikan kepada investor IKN diantaranya, jaminan pemanfaatan lahan dengan HGU sampai 190 tahun, pengurangan pajak penghasilan bahkan sampai 100%, hingga soal penggunaan tenaga kerja asing pun diberi karpet merah.

Meski demikian, nyatanya pengusaha masih ragu dengan proyek IKN.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Perdagangan Kadin, Benny Soetrisno merespons positif langkah Jokowi menerbitkan PP NO 12/2023.

Tapi ia mengungkap, isu logistik jadi salah satu tantangan utama berinvestasi di IKN. "Niatnya bagus sekali, hanya ada masalah di logistik cost yang lebih mahal," katanya.

Lebih jauh, Soetrisno seperti dilansir cnbcindonesia mengatakan, berinvestasi di IKN belum menarik untuk sektor manufaktur.

"Mungkin kalau untuk usaha jasa masih ok, tapi kalau manufaktur kan ada mobilisasi bahan baku dan lanjut mobilisasi produk jadinya, di mana pasarnya terbesar ada di Pulau Jawa-Bali dan Sumatra. Jadi harga akhir akan lebih mahal," paparnya.

Dia pun menyinggung masalah biaya produksi lain seperti tarif listrik dan air. Sementara populasi di IKN masih sedikit, dibandingkan pulau Jawa. Padahal, lanjutnya, manufaktur subsektor barang konsumsi mengandalkan pasar yang besar.

Masalah populasi juga disorot oleh Director Strategic Consultancy Knight Frank Indonesia, Sindiani Adinata. Menurutnya, membangun mal atau pusat perbelanjaan di IKN pada awal proyek IKN masih terlalu berisiko.

Sebab, jelasnya, populasi adalah penggerak utama permintaan. Sementara, yang baru akan menempati IKN adalah masih sebagian IKN. Sehingga, untuk tahap awal, yang dibutuhkan IKN adalah keberadaan bisnis ritel pendukung, bukan mal.

Meski, dia tak menampik, keberadaan pertambangan di sekitar IKN bisa jadi peluang untuk menopang permintaan. Meski, hanya musiman, seperti akhir pekan.

PP No 12/2023, kata Sindiani, jadi angin segar bagi pelaku usaha. Namun bukan faktor penentu laku tidaknya proyek IKN.

"Pasar properti nggak hanya dari PP yang mendukung tapi generator dari kawasan industri yang dilihat oleh investor. Secara umum memang kami melihat ada sinyal positif dari investor," ujarnya.

"Kalau melihat sosialisasi yang sudah dilakukan ke IKN, kelihatannya banyak letter of intent (LoI) dari investor yang masuk, tapi seberapa jauh tindak lanjut apa LoI ini akan lanjut dengan actual investment commitment, kelihatannya investor masih melihat apa yang terjadi di hasil Pilpres 2024," kata Sindiani.

Sementara Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani menyoroti konsistensi pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang berlaku.

"Pemerintah kan tahun depan berakhir, tinggal konsistensi pemerintah berikutnya aja. Jangan sampai nanti diubah lagi, kalau terjadi jadi nggak menarik ya," kata Hariyadi.

"Sering kejadian dalam perjalanan diubah, contoh Batam gitu diubah, kan harusnya khusus malah dibikin Pemda, padahal harusnya otorita. akhirnya terjadi dualisme Kalo emang udah regulasi ada jangan di perjalanan diubah-ubah, saya nggak bilang persis sama kaya Batam, tapi contoh aja," tukasnya.

Selain itu, dia meminta dukungan nyata perbankan. "Perbankan juga harus support, mungkin mereka merasa daerah baru nggak mau biayai, jadi harus ada dukungan perbankan. Bank kan nggak mau risiko dianggap ini itu, kalau bank nggak mau support juga berat," katanya.

"Pemerintah harus jagain juga. Pemerintah udah keluarin regulasi, bank kan di luar otoritas pemerintah, B2B. Seenggaknya bank pemerintah bisa support," kata Hariyadi.