Berasal dari keluarga miskin dengan seorang ayah pengangguran dan pecandu alkohol, rasanya mustahil bagi Goh Cheng Liang bisa bertengger di posisi ketiga orang terkaya di Singapura dan di posisi 121 orang terkaya dunia.
Goh Cheng Liang lahir pada 1927, atau hampir berusia se-abad tersebut pada masa kecilnya hidup dalam jerat kemiskinan. Tapi siapa sangka, dia kini menjadi orang terkaya nomor 3 di Singapura.
Mengutip data Forbes, total kekayaan pria yang lahir pada tahun 1927 itu mencapai US$14,5 miliar per Jumat (03/03/2023). Jika dirupiahkan dengan kurs Rp15.307 per dolar AS, kekayaan Goh Cheng Liang tembus Rp221,96 triliun.
Siapa sebenarnya Goh Cheng Liang sehingga kehidupannya bisa berubah dari awalnya berada di jurang kemiskinan hingga jadi seorang taipan yang disegani dunia?
Mengutip berbagai sumber, Goh Cheng Liang terlahir dari sebuah keluarga miskin di Singapura. Ayahnya adalah seorang pengangguran dan pecandu alkohol. Sementara ibunya adalah seorang pekerja serabutan yang sering mencuci pakaian untuk mendapatkan sedikit uang supaya ia dan 4 saudara kandungnya bisa hidup.
Akibat kemiskinannya itu, ia hanya bisa mengenyam pendidikan dasar selama 6 tahun. Saat perang pecah pada 1940-an, orang tua Goh mengirimnya ke wilayah Muar di Malaysia. Hal itu dilakukan supaya Goh Cheng Liang bisa selamat dari aksi militer Jepang di Singapura.
Nah saat di Muar, dia membantu anggota keluarga menjual jaring ikan demi bertahan hidup. Namun, itu tak lama ia lakukan. Setelah 3 tahun, dia kembali ke Singapura. Berbekal pengalaman berjualan di Malaysia, ia mencoba peruntungan menjual air mineral supaya bisa hidup.
Meski upayanya gagal, Goh Cheng Liang tak patah arang. Dia kemudian bekerja di toko bahan kimia. Di sinilah ia belajar soal kamus kimia. Di toko itu, ia tinggal dan bekerja selama empat setengah tahun.
Bekal bekerja di toko perangkat keras inilah yang kemudian menjadi titik balik kehidupan Goh Cheng Liang. Berbekal ilmu yang dipelajarinya, Goh ikut membantu lelang yang dilaksanakan tentara Inggris.
Dengan uang tabungan yang dikumpulkan saat masih bekerja di tokoh bahan kimia, dia membeli beberapa cat rusak. Kemudian cat tersebut ia campur dengan berbagai bahan kimia lainnya. Percampuran cat tersebutlah yang kemudian ia jual dan meraih sukses.
Bisnis cat yang dimulainya moncer. Akhirnya, ia mendirikan perusahaan cat bernama Pigeon Paint. Bisnis cat Goh Cheng Liang mendapat berkah pada 1950, saat perang Korea pecah. Imbas perang, Singapura membatasi impor cat. Alhasil, cat semakin susah didapatkan di negeri tersebut.
Mau tak mau, cat yang diproduksi oleh perusahaan Goh Cheng Lianglah yang disasar para konsumen. Goh Cheng Liang untung besar dari masalah tersebut. Lahi-lagi, dia tak lantas berpuas diri. Pasalnya ia masih merasa kualitas cat buatan perusahaannya belum sesuai harapan.
Namun Goh tak tahu bagaimana memperbaiki kualitas tersebut. Ia sadar, tak memiliki pendidikan apa pun untuk memperbaiki kualitas cat tersebut. Masalah pendidikan tersebut tak menghalangi tekad Goh untuk melakukan hal lebih baik untuk usahanya.
Berbekal tekad keras, ia akhirnya terbang ke Denmark untuk mempelajari tentang bagaimana cara membuat cat dengan kualitas yang baik. Upayanya berhasil. Usai mendapat ilmu dari pengembaraannya ke Denmark, kualitas cat buatan perusahaan Goh meningkat. Banyak konsumen yang mulai melirik cat buatannya.
Keberhasilan Goh dalam memperbaiki kualitas cat dan memenangkan hati konsumen berhasil memikat Nippon Paint. Salah satu produsen cat terbesar di dunia yang akhir era 50-an sedang mencari pasar baru untuk ditembus itu menawarkan kemitraan kepada Goh. Pada 1959, Goh dan Nippon Paint sepakat membangun pabrik pencampuran cat sebagai perusahaan patungan.
Berkat kerja sama itu, perusahaan Goh Cheng Liang kemudian menjelma menjadi salah satu produsen cat terbesar di Asia. Ia bersama Nippon Paint kemudian mendirikan lebih dari 60 pabrik di lebih dari 15 negara. Kesuksesan itu tak membuatnya puas. Goh kemudian melebarkan sayap bisnisnya dengan mendirikan Wuthelam Holdings pada 1974.
Dia juga membeli dan mengembangkan perusahaan logistik, hotel dan resor, lapangan golf, tambang, toko elektronik, kantor perdagangan, restoran, dan proyek real estate seperti Liang Court (pusat perbelanjaan) dan Rumah Sakit Mount Elizabeth.