Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, realisasi program peremajaan sawit rakyat (PSR) bisa lebih banyak dari sebelumnya. SYL menargetkan, peremajaan sawit yang dilakukan sepanjang 2023 mencapai 200.000 hektare (ha).
Terkait peremajaan sawit tersebut disampaikan SYL dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kelapa Sawit 2023 di Hotel Pullman Central Park, Jakarta, Senin (27/02/2023). Target itu seiring dengan upaya pemangkasan syarat untuk petani mendapatkan subsidi dalam peremajaan sawit.
"Kita pastikan PSR sawit ini berjalan. Jangan ada aturan yang ribet-ribet yang kaya bikin pusing, saya bilang sama Dirjen, dari saya masuk hampir di atas 16 atau 19 aturan, sekarang tinggal 2-3. Apa sih, kita jangan bikin repot sendiri, akhirnya aturannya banyak, kita lewati kita kena lagi. Ya pak bupati, ya pak dirjen, ngomonglah dengan Musdalifah turun tangan sama-sama, kita kerjakan, masa 200.000 kita nggak bisa," terang SYL.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Andi Nur Alam Syah juga mengatakan hal yang sama. Kementan menargetkan peremajaan sawit mencapai 180.000 ha sampai 200.000 ha.
"Saya yakin betul tahun ini target kita 180.000 hektare sampai 200.000 hektare bisa kita selesaikan dengan baik, dengan modal kolaborasi dengan baik," ungkap Andi Nur Alam Syah.
Untuk mencapai target tersebut, ada sejumlah strategi yang dibuat oleh Kementerian Pertanian, salah satunya memangkas persyaratan untuk petani mendapatkan subsidi peremajaan sawit. Pemangkasan itu dengan merevisi Peraturan Menteri Pertanian 03 menjadi Peraturan Menteri Pertanian 19.
"Sehingga tidak ada lagi syarat dan beberapa ketentuan ketentuan lain itu lebih sederhana. Sehingga percepatan realisasi peremajaan sawit kita semakin meningkat. Kedua, transformasi struktural kita lakukan dan juga mendorong Satgas khusus percepatan peremajaan sawit rakyat sehingga kita memetakan zona merah dan zona hijau dan kuning," tuturnya.
Pemangkasan peraturan untuk peremajaan sawit ini juga diharapkan dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN dan juga Kementerian KLHK. Menurutnya kedua kementerian tersebut berkomitmen untuk menyederhanakan syarat subsidi untuk peremajaan sawit itu.
"Sudah kita lakukan banyak hal segera kana kita sampaikan melalui surat edaran baik kementerian KLHK maupun kementerian ATR BPN, terkait penyederhanaan aturan yang selama ini cukup menghambat realisasi PSR kita," jelasnya.
Untuk revisi aturan dari Permentan 03 menjadi Permentan 19, Andi menjelaskan, dalam aturan yang baru petani tidak lagi diminta untuk memiliki surat lindung gambut. Kemudian, untuk hak milikan juga hanya diperlukan dengan surat keterangan kepala desa saja.
"Kedua, pola satu dan pola dua akan menggunakan verifikator, yang membantu petani untuk membuat poligon, yang rumit-rumit itu kita selesaikan, dan Direktorat Perkebunan itu akan mengirim surat ke BPDPKS untuk pengadaan verifikator. Nanti mereka yang menunjuk ke sana, surveyornya siapa, dia yang ngatur," ungkapnya.
"Sebenarnya kita menghilangkan lindung gambut. HGU, sama kawasan hutan, tinggal itu aja. Iya tinggal tiga," tutupnya.
Sebagai informasi, Kementerian Pertanian mengungkap realisasi program peremajaan sawit rakyat (PSR) sangat minim. Selama lima tahun terakhir dari 2017-2922 hanya 278.200 hektare (ha), padahal Direktur Jenderal, Perkebunan Andi Nur Alam Syah mengungkap setidaknya ada 2,8 juta hektare lahan sawit yang potensial untuk diremajakan.
Jika dihitung persentasenya, artinya realisasinya hanya 9,93% saja. Angka itu, dari total sawit 2,8 juta hektare yang potensial di Indonesia untuk diremajakan. Andi mengakui bahwa capaian realisasi program peremajaan ini belum sesuai harapan. Padahal target pemerintah 180.000 hektar per tahun.
Petani: Syarat KLHK Rumit-Pupuk Mahal
Pada kesempatan yang sama, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengungkap ada sejumlah penyebab peremajaan sawit rendah sampai saat ini. Masalah pertama soal syarat yang masih berbelit-belit, terutama dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Untuk diketahui, program peremajaan sawit rakyat (PSR) merupakan wadah yang memberikan subsidi atau dana petani sawit untuk melakukan peremajaan kelapa sawit. Menurut Ketua Apkasindo Gulat Manurung, saat ini yang masih menjadi kendala adalah syarat dari KLHK.
Ia mengungkap dari KLHK masih ada syarat bahwa lahan sawit itu harus bebas dari kawasan hutan, dan syarat itu harus memerlukan surat yang cukup banyak.
"Padahal Undang-undang Cipta Kerja sudah mengatakan yang 5 hektar ke bawah, (kepemilikan) lima tahun minimal dikuasai itu clear, tapi kami kan butuh surat. Lantas suratnya gimana? Suratnya diurus segala macem, petani sawit nggak akan mampu itu. Jadi yang ada harusnya adalah yang sudah eksisting seperti UU CK sudah clear kan saja ga usah lagi nambah nambah persyaratan yang justru meribetkan program PSR," ungkapnya saat ditemui di sela sela acara Rakornas Kelapa Sawit 2023, di Hotel Pullman Central Park, Jakarta Barat, Senin (27/02/2023).
Gulat juga mengeluhkan bahwa untuk memenuhi persyaratan tidak hanya dari KLHK dan juga Kementerian ATR/BPN membuat waktu habis untuk mengumpulkan persyaratan saja. Akibatnya, realisasi peremajaan sawit pada 2022 saja disebut menjadi yang terendah dalam sejarah karena tidak ada sawit yang diremajakan tahun lalu di Riau hingga Aceh.
"PSR itu tahun lalu adalah terburuk dalam sejarah tahun 2022. beberapa provinsi 0%, Riau-Aceh yang pusat pusat. Karena persyaratanya yang banyak dan petani nggak bisa mengerjakan itu, minta surat dari KLHK, dari ATR BPN, habis situ dikerjain lagi suruh dia membuat ulang untuk satu hektar petani kan ga punya duit habis itu harus daftar online, sertifikat harus ganti nama. Bisa bisa dua tahun baru selesai," keluhnya.
Selain persyaratan yang berbelit-belit, petani juga mengeluhkan harga pupuk yang belakangan ini telah meningkat. Peningkatan harga pupuk itu mencapai 300%. Akibatnya, petani enggan melakukan peremajaan, selain sulit mendapatkan subsidi PSR.
"Kami nggak mupuk tahun lalu pupuk naik 300% semakin menurun karena nggak ada replanting karena ga bisa PSR. Padahal duitnya tahun kemarin dikasih Rp 5,4 triliun yang terpakai cuma Rp 500 miliar. Sebenarnya egoisme dari tiga kementerian ini membuat buyar. Kalau saya bilang ganti menterinya. Ini kebutuhan petani sawit jangan dibuat sulit. Karena memang petani sawit butuh perhatian, persyaratannya dipermudah," tegasnya.
Sebagai informasi, Kementerian Pertanian mengungkap realisasi program peremajaan sawit rakyat (PSR) sangat minim. Selama lima tahun terakhir dari 2017-2922 hanya 278.200 hektare (ha), padahal Direktur Jenderal, Perkebunan Andi Nur Alam Syah mengungkap setidaknya ada 2,8 juta hektare lahan sawit yang potensial untuk diremajakan.
Jika dihitung persentasenya, artinya realisasinya hanya 9,93% saja. Angka itu, dari total sawit 2,8 juta hektare yang potensial di Indonesia untuk diremajakan.