Partai Demokrat menyayangkan statement Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto yang menyebut, pihaknya enggan berkoalisi dengan partai politik pengusung Anies Rasyid Baswedan lantaran dianggap sebagai antitesa Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Demokrat menilai pernyataan Hasto tersebut mencerminkan ada kebencian yang dipupuk PDIP terhadap Anies Baswedan.
"Ada kebencian yang terus dipupuk dan dipelihara terhadap Mas Anies," kata Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, Sabtu (25/02/2023).
Kamhar mengatakan, dalam politik ada pameo ‘Tak Ada Kawan dan Lawan yang Abadi, Melainkan Kepentingan’. Juga ada falsafah ‘seribu kawan belum cukup, satu musuh terlalu banyak’.
"Karenanya bagi para politisi sejati atau politisi negarawan akan membuang jauh-jauh gaya politik eksklusif atau politik tertutup. Gaya politik eksklusif yang berkarakter arogan seperti ini hanya relevan pada sistem politik feodal. Tidak berlebihan jika disematkan predikat," imbuh Kamhar.
Dikatakan Kamhar, pernyatan Hasto dalam konteks politik modern yang demokratis dan rasional, gaya politik eksklusif dan arogan seperti ini menjadi anakronis dan tak relevan.
"Partai Demokrat maupun Koalisi Perubahan bersifat inklusif atau terbuka untuk membangun kerjasama dengan pihak mana pun sepanjang memiliki komitmen yang sama untuk saling menguatkan," kata Kamhar.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto menegaskan, PDIP tidak akan berkoalisi dengan partai-partai pengusung Anies Baswedan. Sebab Anies Baswedan diidentikkan dengan antitesa Presiden Jokowi.
"Bergabung dengan koalisi itu maksudnya bergabung dengan koalisi yang tidak mengusung antitesa pak Jokowi sehingga kami jelas berbeda dengan NasDem, Demokrat, PKS yang telah mengusung bapak Anies Baswedan," kata Hasto di Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Kamis (23/02/2023).
Anies tidak akan didukung PDIP karena berkaca pada DKI Jakarta. Ketika Anies melanjutkan kepemimpinan Jokowi sampai Basuki Tjahaja Purnama, tidak ada kesinambungan yang dilakukan oleh Anies dari era pendahulunya.
"Karena faktor-faktor antitesa Pak Jokowi tidak mungkin bergabung. Karena kita lihat dari Jakarta tidak ada kesinambungan ini Mas Djarot (Djarot Saiful Hidayat) saksinya, mana ada kesinambungan. Dari gubernur saja udah antitesa banyak kebijakan Pak Jokowi yang tidak dilanjutkan apalagi nanti kebijakan-kebijakan untuk yang lebih besar karena politik ini dimulai dari hal yang lebih kecil," tegas Hasto.