Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) diusulkan untuk lebih agresif dalam menginvestasikan dana haji masyarakat untuk menangani polemik dana haji.
Saat ini, lembaga tersebut mengelola Rp166 triliun dana haji dengan Rp15 triliun di antaranya merupakan dana imbal hasil atau nilai manfaat yang digunakan BPKH untuk mensubsidi biaya haji jemaah.
Ketua Bidang Keagamaan Partai Perindo, Abdul Khaliq Ahmad dalam diskusi Diponegoro 29 Forum di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu kemarin mengatakan, dengan besarnya dana haji yang dikelola, harusnya BPKH bisa mendapatkan nilai manfaat yang lebih besar. Apa lagi, uang jemaah haji sudah diinvestasikan belasan tahun.
"Masalah internal kurang optimalnya BPKH mengelola dana haji, karena pilihannya (investasi) ada pada low risk, bukan high risk. Kalau kita belajar dari Malaysia, itu berani melakukan high risk investment seperti untuk sektor kelapa sawit, pembangunan jalan tol, dan bandara," kata Khaliq.
Menurut Khaliq, dengan metode investasi yang digunakan oleh BPKH saat ini, tidak akan bisa mengimbangi kenaikan biaya haji oleh pemerintah Arab Saudi hingga perubahan kurs.
Contohnya, pada 2020 total Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp69 juta, namun dua tahun kemudian atau setelah ibadah haji ditiadakan akibat pandemi Covid-19, nilainya melonjak menjadi Rp98 juta.
Dengan cepatnya perubahan biaya haji, Khaliq seperti dilansir tempo berpendapat, BPIH perlu mencari cara agar investasi dana haji bisa lebih menguntungkan dan membantu jemaah haji. "Jadi kata kuncinya ada di kreatifitas (mengelola dana haji)," ujar Khaliq.
Kepala Divisi Humas dan Admin Kantor BPKH, Nurul Qoyimah menyebut pihaknya memiliki beberapa prinsip dalam menginvestasikan dana jemaah. Seperti instrumen investasi harus berbasis syariah, tidak boleh rugi, dan low risk atau rendah risiko.
Atas dasar prinsip tersebut, BPKH membagi 70 persen dana umat diinvestasikan di SBSM Syariah, investasi langsung, emas, hingga investasi lainnya di luar negeri.
Kemudian 30 persen sisanya diinvestasikan di bank syariah. Hal ini membuat nilai manfaat dari dana yang diinvestasikan tidak begitu besar. "Karena ini dana umat, maka tidak boleh rugi. Pilihan investasinya yang low risk," kata Nurul.
Kepala BPKH Fadlul Imansyah menyebut kenaikan biaya haji 2023 melalui perubahan persentase subsidi perlu dilakukan agar nilai manfaat para jemaah tunggu tidak tergerus.
Menurut Fadlul, jika skema subsidi lama diteruskan pada kloter jemaah haji tahun ini, dikhawatirkan seluruh nilai manfaat jemaah akan tergerus habis sebelum 2027.
Pada tahun lalu, pemerintah menggunakan skema 41:59 untuk Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), yakni 41 persen biaya ditanggung jemaah sebagai Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan 59 persen BPIH disubsidi menggunakan nilai manfaat. Pada tahun 2023, proposionalnya diusulkan berubah menjadi 70:30.|
"Kalau kami hitung di bawah 70:30 itu kekhawatirannya akan menggerus nilai manfaat jemaah haji yang akan berangkat di tahun berikutnya," ujar Fadlul di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa, 24 Januari 2023.
Fadlul menjelaskan BPKH hanya bisa memberikan subsidi maksimal Rp30 juta per jemaah haji. Jika menggunakan skema persentase subsidi tahun 2022, Fadlul menyebut nilai subsidi yang diberikan akan membengkak hingga dua kali lipat.
Hal itu dapat mengakibatkan nilai manfaat milik jemaah tunggu ikut terpakai. Konsekuensinya, jemaah tunggu bisa menunggu waktu keberangkatan lebih kama karena dananya telah dipakai jemaah yang berangkat.
Oleh karena itu, Fadlul menyebut usulan skema subsidi Kementerian Agama sebesar 70:30 dirasa BPKH itu sudah pas.
"Jadi keuangan BPKH baik-baik saja. Tapi kalau itu (persentase subsidi) kita buat sama dengan tahun lalu, itu kitanya yang jadi salah. Kita akan bertemu satu titik haji setahun berangkat 2 kali di tahun 2027. Betul ada nilai manfaat Rp20 triliun yang terkumpul, tapi itu akan tergerus dan tidak akan sampai 2027," tutur Fadlul.
Belajar dari Malaysia, Agar Cuan BPKH Disarankan Agresif Investasikan Dana Haji di High Risk
