Harga saham perusahaan yang terafiliasi dengan konglomerat raksasa India, Adani Group, ambruk berjamaah setelah Hindenburg Research merilis laporan yang menuduh kerajaan bisnis yang dikendalikan Gautam Adani melakukan manipulasi saham.
Saham di tujuh perusahaan Grup Adani yang terdaftar di bursa India secara rata-rata turun lebih dari 5%, dengan induk usaha dengan valuasi terbesar, Adani Enterprises, ditutup terkoreksi 1,5%.
Pelemahan tersebut berdampak pada lenyapnya US$ 10,8 miliar atau setara dengan Rp162 triliun (asumsi kurs Rp 15.000/US$) dalam kapitalisasi pasar gabungan Adani Group.
Hindenburg Research, hedge fund dengan strategi short selling yang sebelumnya sempat menginvestigasi sejumlah perusahaan SPAC dan kripto, kini membidik taipan terkaya Asia - nomor tiga di dunia - sebagai sasaran baru.
Rabu (15/01/2023) lalu, tepat saat pasar saham India dibuka, Hindenburg mengeluarkan laporan panjang yang mengklaim bahwa Adani melakukan "penipuan terbesar dalam sejarah perusahaan."
Hindenburg menuduh Adani Group melakukan "manipulasi saham dengan kurang ajar dan bersekongkol melakukan penipuan akuntansi" yang dijalankan selama beberapa dekade.
Penipuan dan persekongkolan tersebut, menurut Hindenburg, sebagian dilakukan melalui labirin perusahaan cangkang. Laporan tersebut juga mencatat bahwa Grup Adani sebelumnya telah diselidiki atas tuduhan korupsi, pencucian uang, dan pencurian dana pembayar pajak oleh otoritas terkait di India.
Tuduhan ini datang bertepatan dengan upaya Grup Adani melakukan penggalangan dana segar baru pada 27 Januari mendatang. Adani Enterprises akan meluncurkan penawaran saham sekunder publik terbesar di India sebesar US$ 2,5 miliar atrau setara dengan Rp37,5 triliun untuk mendanai belanja modal dan melunasi sejumlah utang.
Sebelumnya Grup Adani dikabarkan mendekati investor Timur Tengah, termasuk Otoritas Investasi Abu Dhabi. Ekuitas itu akan mengurangi separuh modal kerja dari utang (leverage) Adani Enterprises.
Jugeshinder Singh, kepala keuangan Adani Group, mengatakan pihaknya "terkejut" dengan laporan Hindenburg dan menyebutnya sebagai "kombinasi berbahaya dari informasi yang salah dan tuduhan tidak berdasar."
Singh mengatakan pemilihan waktu dalam penerbitan laporan tersebut dimaksudkan untuk "merusak reputasi Grup Adani" dan menargetkan kegagalan penawaran terbaru Adani. Dirinya menambahkan bahwa Grup Adani "selalu mematuhi semua aturan hukum".
Perusahaan Cangkang Hingga Kedekatan dengan PM Modi
Dalam laporannya Hindenburg menuduh Adani melakukan manipulasi harga saham dengan sejumlah cara tercela, termasuk menggunakan perusahaan cangkang yang didirikan di sejumlah negara surga pajak.
Kenaikan gila-gilaan tersebut pada akhirnya membuat pemiliknya menjadi orang terkaya Asia, bahkan sempat menduduki posisi kedua manusia dengan akumulasi harta terbanyak di dunia.
Hindenburg menyebut bahwa kenaikan harga saham Grup Adani sangat tidak masuk akal, apalagi mengingat kinerja keuangan perusahaan yang tidak secemerlang kinerja sahamnya.
Harga saham India secara valuasi pada dasarnya memang relatif mahal. Indeks MSCI India, yang dihargai 24 kali laba per saham (PER) atau diperdagangkan 50% lebih mahal dibandingkan dengan indeks MSCI All Country World Indeks (ACWI) yang lebih luas.
Meski demikian perusahaan yang bernaung di bawah payung Grup Adani bahkan diperdagangkan lebih mahal lagi. Tujuh perusahaan Adani terbesar secara rata-rata harga sahamnya diperdagangkan 374 kali laba per saham.
Adani Green Energy dan Adani Total Gas bahkan memiliki PER lebih dari 800x dan harganya perlu turun 97% agar dapat berada di angkara rerata PER industri masing-masing.
Secara individu harga saham Adani Total Gas, Adani Transmission, Adani Enterprises dan Adani Green Energy telah melonjak antara tujuh hingga 20 kali lipat dalam tiga tahun.
Dengan kinerja keuangan yang dapat dikatakan biasa saja - bila tidak mengecewakan - tampaknya tidak banyak bukti yang dapat membenarkan kebaikan harga saham secara fantastis. Rendahnya pendapatan perusahaan berarti ada risiko tinggi yang mana saham Adani Enterprises telah anjlok nyaris 20% dalam sebulan terakhir.
Meski demikian taipan India tersebut dalam wawancara dengan Financial Times menyatakan bahwa penilaian perusahaannya yang fantastis memiliki justifikasi.
Selama empat dekade, Gautam Adani telah membangun kerajaan bisnis yang dimulai dari perusahaan industri, bandara, tambang, energi terbarukan hingga telekomunikasi. Sebagian berkat perolehan kontrak dari pemerintah yang menguntungkan membuat Adani telah menjadi pemain dominan dalam mengembangkan infrastruktur negara.
Kritikus bisnis Adani mengatakan bahwa dia mendapat keuntungan secara tidak adil dari hubungannya dengan Perdana Menteri India, Narendra Modi. Nama beken sebagai "Rockefeller Modi" bahkan disematkan karena keagresifannya dalam membuat kesepakatan dan naluri politiknya untuk memainkan peran sentral.
Sejak Modi menjabat, kekayaan Adani dilaporkan telah melonjak lebih dari 200 persen.
cnbc