Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah mengungkap hitung-hitungan di balik usulan Kemenag bahwa biaya haji tahun 2023 menjadi Rp 69 juta. Ia juga memaparkan kondisi keuangan haji sejak akhir 2022.
Dalam rapat bersama Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/01), Fadlul menjelaskan, per Desember 2022 total dana yang dikelola BPKH sebesar Rp167 triliun. Nilai tersebut naik bila dibandingkan tahun 2021 yang sebesar Rp159 triliun.
"Posisi keuangan BPKH per 2022 hingga Desember 2022, total dana yang dikelola adalah Rp167 triliun. Nilai ini meningkat dibandingkan 2021 yang besarannya Rp159 triliun," kata Fadlul mengawali paparannya.
Fadlul mengatakan adanya pertumbuhan aset sekitar Rp20 triliun akibat nihil keberangkatan haji pada 2020 dan 2021 saat pandemi Covid-19 merebak.
Kemudian, pada 2022, Fadlul mengatakan alokasi dana yang dijadikan nilai manfaat atau subsidi yakni sebesar Rp6 triliun dengan kuota haji hanya 50% saat itu.
"Artinya, jika pada 2023, kuotanya menjadi kuota penuh sebesar 100% atau sekitar 200 ribuan calon jemaah haji, maka total nilai manfaat yang harus disediakan sekitar Rp12 triliun," imbuhnya.
Dia menerangkan, saldo simpanan menjadi sekitar Rp15 triliun pada akhir 2022 karena di tahun yang sama sudah dikucurkan subsidi sebesar Rp6 triliun dari Rp20 triliun tadi. Dengan kuota penuh atau 100% pada 2023, diasumsikan subsidinya akan menjadi Rp12 triliun.
"Kuota 100% dari kuota 50% tadi sehingga yang harus dialokasikan di 2023 adalah Rp12 triliun maka otomatis akan mengambil simpanan yang sudah dipupuk sebesar Rp12 triliun. Artinya, tahun 2024 maka saldonya itu relatif sudah di bawah kisaran Rp3 triliun. Itu yang akan menjadi biaya yang harus dialokasikan di 2024," lanjut dia.
Lantas, terang Fadlul, pada 2024 akan ada sekitar Rp9 triliun yang harus diambil dari dana pokok pengelolaan dengan asumsi biaya manfaatnya masih sebesar Rp12 triliun tanpa ada kenaikan BPIH.
"Asumsi tanpa ada kenaikan BPIH, di 2024 dengan asumsi biaya sebesar Rp12 triliun, maka ada sekitar Rp9 triliun yang harus diambil dari dana pokok pengelolaan yang selama ini dikelola sehingga ini dengan asumsi, telah memasukkan semua nilai manfaat tahun berjalan di 2023 maupun 2024," katanya.
Berdasarkan hitungan itulah, ujar Fadlul, usulan komposisi biaya yang ditanggung jemaah dan penggunaan nilai manfaat (NM) menjadi 70:30 atau ditanggung jemaah sebesar Rp69,19 juta (30%).
"Oleh karena itulah, makanya kenapa usulannya menjadi 70:30, karena memang kalau dilihat dari angka nilai manfaat yang didistribusikan 2022 itu sekitar hampir Rp60 juta. Jadi kalau kurang lebih disamakan di 2023, ya, memang kalau itu yang harus dibayarkan memang sekitar Rp60-70 juta yang harus diasumsikan jika usulannya adalah 70:30 persen. Jadi kurang lebih begitu," papar Fadlul.
Usai mendengar paparan BPKH tersebut, Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang menilai tak ada masalah dalam kondisi keuangan BPKH.
"Karena dua kali tidak berangkat, kalaupun kita pakai di 2022 Rp5,9 triliun katakanlah Rp6 triliun, dipakai juga untuk virtual account Rp2 triliun, itu masih cukup besar," kata dia.
Komisi VIII DPR mengundang beberapa pihak dalam Rapat Dengar Pendapat untuk membahas BPIH Tahun 1444 Hijriah/2023.
Selain BPKH, turut diundang Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama, Dirjen Perhubungan Udara dan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan.
Selain itu, ada pula Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Airnav Indonesia (Persero), dan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan.
Soal biaya haji menjadi sorotan publik setelah Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan agar subsidi BPIH dari nilai manfaat dana haji dikurangi dan sisa biayanya ditanggung oleh para jemaah. Adapun biaya haji tahun 2023 diusulkan naik menjadi Rp69 juta.
Rapat dengan Komisi VIII DPR, BPKH Paparkan Hitung-hitungan dan Alasan Biaya Haji Naik
