Presiden Joko Widodo mengaku harus bersemedi selama tiga hari sebelum mengambil keputusan apakah harus menerapkan lockdown atau tidak. Keputusan itu harus diambil Kepala Negara pada masa puncak pandemi covid-19 lalu.
"Saya semedi tiga hari untuk memutuskan ini, apakah kita harus lockdown atau tidak," ujar Jokowi dalam Rakornas Transisi Penanganan Covid-19 di Jakarta, Kamis, 26 Januari 2023.
Langkah itu ia lakukan karena pemerintah sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam menghadapi pandemi. Itu kemudian diperparah dengan data-data terkait yang dimiliki kementerian/lembaga yang menurutnya sangat amburadul.
Bahkan, ia menuturkan, pada saat rapat, hampir 80 persen menterinya mengusulkan lockdown hanya karena negara-negara lain melakukannya. Terlebih pandemi covid-19 juga merupakan yang pertama sehingga tidak ada pengalaman sebelumnya.
"Kita betul-betul sangat tidak memiliki pengalaman. Kemudian, data-data kita kelihatan semua tidak siap. Data di kementerian ini dengan kementerian ini beda," ucapnya.
Kepala Negara pun bersyukur karena pada akhirnya kebijakan lockdown tidak pernah diambil. Menurutnya, kebijakan lockdown bakal menyebabkan kerusuhan di masyarakat.
"Coba saat itu, misalnya kita putuskan lockdown. Menurut hitungan saya dalam dua atau tiga minggu, rakyat sudah tidak memiliki peluang untuk mencari nafkah karena semua ditutup. Negara juga tidak bisa memberikan bantuan kepada rakyat. Akhirnya, apa yang terjadi? Rakyat pasti rusuh," ujar dia.