Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Hadi Tjahjanto sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Ia dilantik di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/06), menggantikan Menteri ATR/BPN sebelumnya, Sofyan Djalil.

Usai dilantik, Hadi langsung umbar janji bakal menyikat habis mafia tanah. Ia berjanji tidak akan segan menindak praktik mafia tanah.

"Sebelum saya berkantor ke Jakarta, yang saya datangi dulu adalah kantornya pak Kapolri. Saya minta sinergi untuk mendukung saya dalam memberantas mafia tanah," tegas Hadi, Kamis (23/06) tengah pekan lalu.

Hadi sendiri telah menginstruksikan seluruh Kantor Wilayah BPN Provinsi se-Indonesia untuk mempercepat pelaksanaan Program Strategis Nasional (PSN) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Program yang dilaksanakan sejak tahun 2017 ini merupakan implementasi dari tugas ATR/BPN untuk menciptakan kepastian hukum hak atas tanah masyarakat, yaitu dengan mendaftarkan seluruh tanah di Indonesia.

"Sesuai perintah Presiden, PTSL agar dipercepat. Ini menjadi pekerjaan yang tidak boleh lepas. Target saya supaya bisa 100 persen sebelum tahun 2024,' kata Hadi.

"Kalau sudah 100 persen, maka secara geospasial, batas, luas, kemudian koordinat itu semuanya sudah masuk di sertifikat," jelasnya.

Hadi meyakini, dengan adanya sertifikat maka tidak akan ada lagi lahan yang tumpang tindih. Selain itu, tidak perlu ada kekhawatiran lagi terhadap mafia tanah.

"Paling ketar-ketir adalah mafia tanah. Selesai sudah. Oleh karena itu, tugas saya saat ini adalah di antaranya bagaimana memberantas mafia tanah," ujarnya.

Ucapan Menteri Hadi harus dibuktikan. Terkini, mantan Panglima TNI itu diharapkan dapat memberantas mafia tanah yang diduga kuat ikut bermain di areal HGU No 62 Kebun Penara Afdeling III Kebun Tanjung Garbus, Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Hal itu menyusul rencana PN Lubuk Pakam pada Senin (27/06), yang akan kembali melakukan eksekusi dan pencocokan objek perkara (konstatering) dan memvalidasi lahan Afdeling III Penara, Kebun Tanjung Garbus, sesuai penetapan No 02 tertanggal 24 Maret 2022.

Kuatnya desakan untuk segera mengeksekusi lahan HGU No 62 Kebun Penara, diduga karena adanya oknum-oknum mafia tanah yang ingin segera menguasai areal di sekitar Bandara Kualanamu yang sangat strategis itu.

Dengan melibatkan kelompok HKTI diharapkan para penggugat yang telah memenangkan gugatan di tingkat Mahkamah Agung bisa segera menguasai areal yang mereka tuntut.

Padahal secara hukum, PTPN 2 sudah mengajukan PK, karena adanya ketidaksesuaian dalam diktum putusan Mahkamah Agung, ditambah terungkapnya pencatutan nama puluhan warga yang sama sekali tidak tahu menahu soal tanah Kebun Penara, namun nama mereka dimasukkan sebagai penggugat setelah diiming-imingi mendapat lahan seluas 2 hektar atau uang sebesar Rp1,5 miliar.

Sejumlah warga yang akhirnya mencabut gugatannya mengungkapkan secara gamblang, bagaimana mereka dikendalikan pihak tertentu, dari mulai pengumpulan KTP dan KK sampai membuat penyerahan kuasa ketika gugatan atas lahan Penara sudah diputus Mahkamah Agung. Beberapa warga menolak dengan tegas membuat pengalihan kepemilikan lahan, yang sama sekali belum mereka dapatkan.

Selain itu, para penggugat juga tidak bisa menunjukkan titik koordinat lahan yang mereka gugat, kecuali menyebutkan areal itu ada di lahan HGU Penara yang disebut sebagai eks lahan tembakau PTP IX.

"Dengan kenyataan itu, berarti penetapan PN Lubuk Pakam tanggal 24 Maret 2022 tidak bisa dilaksanakan atau cacat hukum," jelas Kabag Hukum PTPN 2, Ganda Wiatmaja.

Ia menambahkan, dari bukti bukti ini PTPN 2 sudah membuat laporan ke Polda Sumatera Utara dan berharap tindakan pemalsuan data otentik ini bisa diusut tuntas.

"Sehingga akan menjadi pintu masuk mengusut oknum-oknum mafia tanah yang ada di belakang gugatan terhadap lahan HGU PTPN 2, khususnya areal HGU Kebun Penara Afdeling III kebun Tanjung Garbus," katanya.

Sementara Kabag Pemanfaatan dan Pengaman Aset PTPN2, Ridho Syahputra Manurung mengatakan, pihaknya akan komit untuk terus menjaga aset negara yang pengelolaannya dipercayakan kepada PTPN 2 dari upaya pihak-pihak lain untuk menguasainya.

Sebab sesuai ketentuan HGU adalah produk hukum yang harus dijaga sebaik-baiknya oleh PTPN 2. "Kita menolak dengan tegas upaya-upaya penguasaan pihak lain dengan cara-cara manipulatif seperti yang kita duga terjadi atas lahan HGU No 62 Kebun Penara. Kami akan menjaga lahan HGU ini sampai titik darah terakhir. Tidak ada kompromi terhadap mafia tanah," tegas Ridho Manurung.

Sebagai sosok mantan Panglima TNI yang kini menjabat sebagai Menteri ATR/BPN, sejatinya membuat para mafia tanah untuk berfikir berkali-kali sebelum melakukan aksinya.

Terlebih, Hadi sempat berjanji untuk terjun ke lapangan untuk mengidentifikasi langsung praktik-praktik mafia tanah.

Menurut Hadi, setiap permasalahan perlu diidentifikasi secara langsung dengan cara terjun ke lapangan. "Terkait masalah mafia tanah, dan saya akan ke lapangan untuk melihat secara langsung dan akan menanyakan kepada mereka," tegas Hadi usai melakukan Sertijab di Kantor ATR/BPN, Rabu (15/06) lalu.

Nah, mampukan Menteri Hadi menyikat habis mafia tanah yang bermain di areal HGU No 62 Kebun Penara Afdeling III Kebun Tanjung Garbus, Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara?