Kegiatan ilegal tersebut berada di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim), yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai November 2021. Dari bisnis itu, Ismail Bolong mengaku mendapat keuntungan sekitar Rp5 miliar sampai Rp10 miliar per bulan
Rayu | Rabu, 09 November 2022 - 06:15 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD angkat suara terkait viralnya video pengakuan Ismail Bolong tentang setoran uang hasil tambang ilegal ke Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto.
Belakangan, muncul video Ismail Bolong meralat ucapannya dan memohon maaf ke Kabareskrim. Dia mengaku, membuat video itu di bawah tekanan Brigjen Hendra Kurniawan yang kala itu menjabat sebagai Karo Paminal Divpropam Polri.
Lepas dari kasus itu, isu mafia tambang dengan backingan aparat bukanlah hal baru.
Mahfud MD jadi teringat pernyataan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad pada tahun 2013 lampau. Abraham Samad kala itu mengatakan, jika korupsi di bidang tambang bisa diberantas, Indonesia bisa terbebas dari utang.
"Aneh, ya. Tapi isu mafia tambang memang meluas dengan segala backing-backing nya. Dulu tahun 2013 waktu Abraham Samad jadi Ketua KPK, berdasar perhitungan ahli disebutkan di Indonesia marak mafia tambang,”katanya
Bahkan, menurut Samad, pembersihan industri tambanf dari mafia bukan hanya akan membuat Indonesia terbebas dari utang. Potensi tambang yang besar jika dikelola dengan bijak tanpa korupsi, bisa untuk menjatah Rp20 juta tiap bulan kepada setiap kepala warga Indonesia.
Mahfud pun mengakui, laporan mengenai mafia tambang banyak yang masuk ke Kemenko Polhukam. Ia akan berkoordinasi dengan KPK untuk menindaklanjuti laporan itu.
“Nanti saya akan kordinasi dengan KPK untuk membuka file tentang modus korupsi dan mafia di pertimbangan , perikanan, kehutanan, pangan dan lain-lain," katanya.
Sebelumnya, Ismail Bolong, pensiunan Polri tiba-tiba membuat pengakuan mengejutkan terkait setoran miliaran rupiah kepada Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto. Setoran itu berasal dari hasil usaha pengepul tambang batu bara ilegal.
Dalam video yang beredar di media sosial, Ismail Bolong mengaku menyetor uang hingga Rp 6 miliar ke Kabareskrim. Ia juga mengaku bekerja sebagai pengepul batu bara hasil usaha tanpa izin alias ilegal.
Kegiatan ilegal tersebut berada di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim), yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai November 2021. Dari bisnis itu, Ismail Bolong mengaku mendapat keuntungan sekitar Rp5 miliar sampai Rp10 miliar per bulan.
Meski belakangan, Ismail Bolong kembali membuat testimoni untuk menarik ucapannya. Dalam video keduanya, ia meminta maaf kepada Kabareskrim karena sempat memberikan pengakuan yang merugikannya.
Dia mengaku saat memberikan testimoni, Februari 2022 lalu, berada di bawah tekanan perwira tinggi Polri. Ia juga mengaku tidak mengenal Kabareskrim.
Benny mengaku Kompolnas juga telah mengantongi Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Divisi Propam Polri yang telah beredar luas di media sosial.
Rayu | Kamis, 10 November 2022 - 14:15 WIB
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut, Mabes Polri akan membahas kasus dugaan suap tambang ilegal yang menyeret Kabareskrim Komjen Agus Andrianto usai Konferensi Tingkat Tingii (KTT) G20 yang digelatr di Bali, 15-16 November 2022 mendatang.
Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto mengatakan, saat ini Polri tengah fokus melakukan pengamanan pelaksanaan KTT G-20.
"Saat ini jajaran Polri sedang fokus pada pelaksanaan G20 maka setelah gelaran G20 akan dilaksanakan rapat bersama," ujarnya, Rabu (09/11/2022).
Benny Mamoto memastikan, setelah kegiatan tersebut rampung dilakukan Mabes Polri bakal segera melakukan rapat bersama guna membahas kasus tersebut. Benny mengaku Kompolnas juga telah mengantongi Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Divisi Propam Polri yang telah beredar luas di media sosial.
Ia mengklaim Kompolnas masih melakukan pendalaman sembari berkoordinasi dengan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) di internal Korps Bhayangkara.
"Kompolnas sedang melakukan pendalaman dan koordinasi dengan pengawas internal Polri (Irwasum dan Divisi Propam)," jelasnya.
Diketahui Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto dilaporkan ke Propam oleh Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi Iwan Sumule soal dugaan gratifikasi atau suap dari bisnis tambang ilegal.
Agus diduga telah menerima uang senilai Rp6 miliar dari Ismail atas bisnis tambang ilegal di wilayah Desa Santan Hulu, Kecamatan Marang Kayu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
"Kami memohon kepada Kepala Kadiv Propam Mabes Polri agar mengusut tuntas dugaan pelanggaran Kode Etik yang diduga dilakukan oleh anggota Polri demi menjaga citra serta nama baik institusi Polri," ujarnya di gedung Bareskrim Polri, Senin (07/11/2022).
Iwan juga meminta agar Propam Polri menindaklanjuti hasil pemeriksaan Ismail terkait bisnis yang ia lakukan saat masih aktif di Polresta Samarinda. Ismail diketahui kini telah pensiun sejak Juli lalu.
"Bahwa pengakuan tersebut bukan pengakuan biasa saja, melainkan sebuah pengakuan yang menyeret nama seorang pejabat tinggi di lingkungan Mabes Polri," tuturnya.
Dia menyebut laporannya berawal dari pengakuan seorang purnawirawan polri berpangkat Aiptu, Ismail Bolong yang ramai beberapa waktu terakhir
Rayu | Selasa, 08 November 2022 - 08:15 WIB
Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem), Iwan Sumule melaporkan Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto ke Propam Polri terkait dugaan menerima gratifikasi atau suap dari bisnis tambang ilegal.
Iwan Sumule datang ke Gedung Bareskrim menyerahkan laporan tersebut pada Senin (07/11/2022). Laporannya kini berada di tangan Karo Paminal Brigjen Anggoro Sukartono untuk ditindaklanjuti.
"Kami memohon kepada Kepala Kadiv Propam Mabes Polri agar mengusut tuntas dugaan pelanggaran Kode Etik yang diduga dilakukan oleh anggota Polri demi menjaga citra serta nama baik institusi Polri," kata Iwan di gedung Bareskrim Polri, Kebayoran, Jakarta Selatan.
Dia menyebut laporannya berawal dari pengakuan seorang purnawirawan polri berpangkat Aiptu, Ismail Bolong yang ramai beberapa waktu terakhir.
Dalam video itu, Ismail mengaku sempat menyerahkan uang senilai Rp6 miliar kepada Agus atas bisnis tambang ilegal di wilayah Desa Santan Hulu, Kecamatan Marang Kayu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Ismail belakangan telah meralat pernyataannya. Dia mengaku pernyataan itu dibuat pada Februari 2022 lalu, di bawah tekanan Brigjen Hendra Kurniawan yang kala itu masih menjabat sebagai Karopaminal Polri.
Hendra kini merupakan terdakwa dalam kasus obstruction of justice dalam kasus pembunuhan berencana yang melibatkan mantan atasannya di Propam Polri, Ferdy Sambo.
Iwan juga meminta Propam Polri menindaklanjuti soal hasil pemeriksaan Ismail terkait bisnis yang ia lakukan saat masih aktif di Polresta Samarinda. Ismail diketahui kini telah pensiun sejak Juli lalu.
"Bahwa pengakuan tersebut bukan pengakuan biasa saja, melainkan sebuah pengakuan yang menyeret nama seorang pejabat tinggi di lingkungan Mabes Polri," kata Iwan Sumule.
Lebih jauh Melky mengungkapkan, isu dugaan polisi bermain di tambang, terutama yang ilegal, sebenarnya sudah lama. Namun, isu itu baru viral usai disinggung oleh Ismail Bolong
Rayu | Selasa, 08 November 2022 - 16:15 WIB
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu turun tangan jika para jenderal di Polri diduga terlibat mafia tambang. Koordinator JATAM, Melky Nahar berpendapat, Jokowi harus memastikan proses hukum yang adil jika mereka terbukti terlibat.
"Berhubung aktornya diduga deretan jenderal yang berkuasa, maka, Presiden Jokowi mesti mengambil langkah, memimpin secara langsung proses hukum atas sejumlah temuan aktor itu," kata Melky melalui pesan singkat, Senin (07/10/2022).
Lebih jauh Melky mengungkapkan, isu dugaan polisi bermain di tambang, terutama yang ilegal, sebenarnya sudah lama. Namun, isu itu baru viral usai disinggung oleh Ismail Bolong.
Dia menyebut dugaan keterlibatan aparat Polri dalam permainan tambang modusnya beragam. Mulai dari memberikan modal, menampung dan menjual hasil produksi komoditas tambang, hingga penegakan hukum yang tebang pilih.
"Khusus terkait pengakan hukum, aparat itu cenderung tebang pilih, tajam kepada penambang yang yang diduga tidak menyetor 'dana keamanan' kepada aparat," jelasnya.
"Di Kaltim, ada 151 titik aktivitas tambang ilegal. Hanya ada 3 kasus yang sedang dalam proses hukum hingga saat ini," imbuhnya.
Bukan hanya Oknum, tapi Sudah Institusi
JATAM menilai, permasalahan mafia pertambangan di kepolisian sangat kompleks. Menurutnya, itu bukan sebatas persoalan personal atau oknum aparat.
"Tetapi, persoalan institusi. Sehingga mekanisme penyelesaiannya harus dari aparat penegak hukumnya dulu," ucap dia.
Melky beranggapan permasalahan tersebut harus diberantas dari akar. Menurut dia, pemerintah harus berani membenahi semua aparat secara menyeluruh.
"Jika Mahfud MD serius memberantas tambang ilegal, maka, benahi dulu dari aparat penegak hukumnya. Kalau, institusi Polri bersih, maka tak akan terjadi tebang pilih penegakan hukum, berikut tambang ilegal itu mudah diatasi. Pertanyaannya, berani gak?" kata Melky.