Presiden Jokowi Teken PP 23/2022 Tentang BUMN, Ketika Merugi Direksi Harus Tanggung Jawab Seca Pribadi.
Nanda Alisya | Senin, 13 Juni 2022 - 15:10 WIB
Presiden Jokowi Teken PP 23/2022 Tentang BUMN, Ketika Merugi Direksi Harus Tanggung Jawab Seca Pribadi.
Sekarang sudah ada aturan anyar tentang BUMN. Peran, fungsi dan tanggung jawab direksi dan komisaris diatur. Khususnya saat bumn dilanda rugi. Bisa-bisa banyak yang menolak ketika ditunjuk jadi bos BUMN.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam pasal 27 ayat 2 PP No 23/2022, misalnya, menyatakan bahwa apabila terjadi kerugian dalam BUMN, maka jajaran direksi yang bertanggung jawab secara pribadi.
"Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)," ujar keterangan tersebut, dikutip Senin (13/6/2022).
Adapun dalam keterangan tersebut, disebutkan bahwa Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha BUMN.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam PP itu, direksi BUMN dilarang menjadi pengurus partai politik. Jokowi juga melarang direksi BUMN menjadi calon legislatif, calon kepala daerah dan atau calon wakil kepala daerah.
"Anggota Direksi dilarang menjadi pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif, calon kepala/wakil kepala daerah dan/atau kepala/wakil kepala daerah," demikian bunyi pasal 22 ayat 1 beleid tersebut, seperti dikutip Minggu (12/6/2022).
Di dalam PP tersebut, Presiden juga memberi wewenang kepada Menteri Erick Thohir menggugat direksi BUMN ke pengadilan jika ikut jadi penyebab perusahaan rugi
Rayu | Senin, 13 Juni 2022 - 14:05 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewajibkan seluruh komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bertanggung jawab jika perusahaan yang mereka kelola mengalami kerugian.
Kewajiban itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas PP Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan. Peraturan diteken oleh Jokowi pada 8 Juni 2022.
Dalam Pasal 59 Ayat 2 berbunyi komisaris dan dewan pengawas bertanggung jawab penuh atas kerugian BUMN yang dikelolanya.
"Komisaris dan dewan pengawas bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas," tulis pemerintah dalam PP 23 Tahun 2022, dikutip Senin (13/06/2022).
Akanm tetapi, anggota komisaris dan dewan pengawas tak perlu bertanggung jawab jika BUMN yang dikelolanya rugi jika sudah melakukan pengawasan dengan itikad baik, tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung, dan telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah kerugian.
Kemudian, menteri juga dapat mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota dewan pengawas yang melakukan kesalahan atau lalai, sehingga membuat BUMN yang dikelola rugi.
Jokowi Izinkan Menteri BUMN Gugat Direksi
Di dalam PP tersebut, Presiden juga memberi wewenang kepada Menteri Erick Thohir menggugat direksi BUMN ke pengadilan jika ikut jadi penyebab perusahaan rugi.
Dalam Pasal 27 Ayat 3 tercantum bahwa menteri dapat melayangkan gugatan kepada pengadilan atas nama perusahaan jika ada kelalaian atau kesalahan dalam cara anggota direksi mengelola perusahaan BUMN.
"Atas nama perum, menteri dapat mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perusahaan," ungkap Jokowi melalui PP 23 Tahun 2022, dikutip Senin (13/6).
Lebih lanjut, Pasal 59 Ayat 2 berbunyi komisaris dan dewan pengawas wajib bertanggung jawab penuh atas kerugian BUMN yang dikelolanya.
"Komisaris dan dewan pengawas bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas," bunyi peraturan tersebut.
Namun, anggota komisaris dan dewan pengawas tak perlu bertanggung jawab jika BUMN yang dikelolanya rugi jika sudah melakukan pengawasan dengan itikad baik, tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung, dan telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah kerugian.
Tujuannya agar pejabat tidak takut dan khawatir akan mendapatkan gugatan akibat kebijakan yang mereka hasilkan di BUMN.
Nissa | Selasa, 14 Juni 2022 - 19:25 WIB
Presiden Joko Widodo meneken aturan baru, yang memungkinkan menteri menggugat para komisaris dan dewan pengawas, termasuk direksi, jika Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami kerugian.
Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2022 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN, Presiden meminta jajaran komisaris dan direksi turut bertanggung jawab ketika BUMN mengalami kerugian.
Bagaimana dari kacamata hukum? Pengamat Hukum dari Universitas Tarumanegara Hery Firmansyah menilai semangat yang dibawa pada aturan ini cukup baik. Namun, pemerintah mesti memperhatikan lebih banyak aspek dalam penerapan kebijakan ini.
Tujuannya agar pejabat tidak takut dan khawatir akan mendapatkan gugatan akibat kebijakan yang mereka hasilkan di BUMN.
"Jangan sampai yang dilakukan malah menimbulkan hal yang kontradiktif di masyarakat," kata Hery saat dihubungi Katadata.co.id, dikutip Selasa (14/6).
Demi menghindari hal itu, pemerintah perlu menciptakan pembatasan pertanggungjawaban yang lebih jelas, jika ingin membuka kesempatan kepada menteri untuk menggugat jajaran komisaris dan direksi ke pengadilan, ketika BUMN mengalami kerugian.
"Terkait pengaturan pertanggungjawaban pidananya, karena pendekatan bussiness as usual harus berbeda dari pelaksanaan penegakan hukumnya," katanya.
Aturan yang jelas dan tidak multitafsir ini diperlukan agar penegakannya tidak menimbulkan celah hukum, dan justru berpotensi menciptakan rasa bimbang kepada para komisaris dan direksi yang menjabat. Sebab, sifat kesalahan jika hanya berdasarkan pada unsur kelalaian akan menjadi sangat luas.
"Agar pidananya tidak abu-abu dan malah bisa menjerat siapapun yang kemudian tengah melakukan suatu kebijakan," ungkap Hery.
Hery menyarankan agar pemerintah juga perlu meminta masukan lebih banyak dari pakar atau konsultan hukum untuk memitigasi risiko. Kemudian, juga melibatkan aparat penegak hukum untuk meminimalisir terjadinya kesalahan.
Selain itu, diperlukan batu uji menyangkut tindakan mana yang tergolong pelanggaran pidana, dan mana perbuatan yang murni terkait masalah hitungan ekonomi sehingga pada dasarnya tidak memiliki niat jahat atau mens rea.
Tetapi secara umum, Hery menilai ketentuan hukum ini akan membuat pembuat kebijakan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan atau suatu tindakan, yang dapat berdimensi hukum ke depannya.
"Apalagi dikaitkan dengan penggunaan anggaran negara yang harus dapat dipertanggungjawabkan," jelasnya.
Sebelumnya, dalam beleid baru ini, Presiden meminta jajaran komisaris dan direksi agar turut bertanggung jawab ketika BUMN mengalami kerugian. Menteri pun dapat mengajukan gugatan ke pengadilan, jika merasa ada komisaris maupun direksi yang telah melakukan kesalahan atau kelalaian sehingga menimbulkan kerugian terhadap BUMN.
Sebab, tidak semua BUMN mampu mencetak laba setiap tahunnya. Beberapa BUMN bahkan mengalami kerugian dalam beberapa tahun sehingga saldo ruginya menggunung.
Selain mengatur agar komisaris dan direksi turut bertanggung jawab jika BUMN mengalami kerugian, PP juga melarang mereka untuk terlibat dalam politik praktis. Seperti halnya menjadi pengurus dalam partai politik, mengajukan diri menjadi calon maupun anggota legislatif, juga menjadi calon maupun kepala daerah atau sebagai wakilnya.
Tak hanya itu, aturan baru ini juga memberikan wewenang kepada menteri untuk menyeleksi direksi BUMN dengan melihat rekam jejak mereka.
Menteri juga dapat mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota dewan pengawas yang melakukan kesalahan atau lalai, sehingga membuat BUMN yang dikelola rugi.
Nissa | Kamis, 16 Juni 2022 - 11:23 WIB
Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih mencatatkan kerugian. Situasi itu membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil langkah tegas.
Baru-baru ini, Jokowi mengeluarkan aturan baru terkait tanggung jawab yang diemban komisaris perusahaan pelat merah. Dalam aturan baru tersebut, Jokowi mewajibkan seluruh komisaris BUMN bertanggung jawab jika perusahaan yang dalam pengawasan mereka rugi.
Dalam PP No.23 Tahun 2022 Pasal 59 Ayat 2 berbunyi komisaris dan dewan pengawas bertanggung jawab penuh atas kerugian BUMN yang dikelolanya.
"Komisaris dan dewan pengawas bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas," tulis pemerintah dalam PP 23 Tahun 2022, dikutip Senin (13/6/2022).
Namun, anggota komisaris dan dewan pengawas tak perlu bertanggung jawab jika BUMN yang dikelolanya rugi jika sudah melakukan pengawasan dengan itikad baik, tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung, dan telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah kerugian.
Kemudian, menteri juga dapat mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap anggota dewan pengawas yang melakukan kesalahan atau lalai, sehingga membuat BUMN yang dikelola rugi.
Lalu, BUMN mana saja yang merugi? Setidaknya terdapat tiga BUMN yang juga perusahaan publik, yang diketahui merugi. Berikut daftarnya.
1. Garuda Indonesia
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) mencatatkan rugi bersih 1,66 miliar dolar AS per September 2021, membengkak dari 1,07 miliar dolar AS per September 2020. Dengan estimasi kurs Rp 14.000 per dolar AS, maka rugi bersih Garuda Indonesia mencapai sekitar Rp 23 triliun.
Garuda Indonesia juga memiliki utang yang menggunung. Direktur Utama Garuda Indonesia (Persero) Irfan Setiaputra memaparkan terkait pembagian klasifikasi pembayaran utang terhadap kreditur.
Dalam hal ini, klasifikasi dibagi menjadi pembayaran utang kepada BUMN, non BUMN, lessor, dan kreditur yang memiliki utang di bawah dan di atas Rp 255 juta.
Untuk utang perseroan kepada BUMN, termasuk dalam hal ini Pertamina, Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, AirNav, seluruh BUMN dan anak BUMN lainnya dimodifikasi menjadi tagihan jangka panjang.
Sementara, utang non BUMN jika di bawah Rp 255 juta akan dibayar tunai. Sedangkan utang kepada pihak swasta di atas Rp 255 juta akan terkena Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT).
Irfan menyebut, keseluruhan utang perseroan kepada para kreditur sebesar 800 juta dolar AS. Dari total utang tersebut, akan ada yang dibayar secara tunai, ada yang melalui penerbitan surat utang, dan ada yang melalui konservasi saham dalam bentuk ekuitas.
Dari keseluruhan utang sebesar US$ 800 juta, sebesar 330 juta dolar AS akan dibayar melalui konservasi saham dalam bentuk ekuitas. "Nanti akan lewat rights issue, nanti akan diberikan kepemilikan saham Garuda," sebut Irfan.
2. Waskita Karya
PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), melaporkan kinerja keuangan yang masih tertekan pada kuartal pertama tahun ini.
Rugi bersih perusahaan tercatat membengkak naik 18 kali lebih besar dari kerugian pada kuartal pertama tahun 2021 menjadi Rp 830,64 miliar dari semula hanya Rp 46,09 miliar.
Memburuknya pos laba-rugi terjadi meskipun pendapatan Waskita malah tercatat mengalami kenaikan tipis menjadi Rp 2,74 triliun pada tiga bulan pertama tahun ini, dari semula Rp 2,67 triliun di kuartal pertama 2021.
3. Indofarma
PT Indofarma Tbk (INAF) diketahui membukukan rugi bersih senilai Rp 51,18 miliar pada kuartal I-2022, berbalik dari periode yang sama tahun lalu yang masih laba Rp 1,82 miliar.
Hal tersebut terjadi di antaranya karena menurunnya penjualan bersih. Penjualan tercatat Rp 339,03 miliar, turun tipis dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 373,2 miliar.
Selain itu, beban pokok penjualan membengkak menjadi Rp 309,08 miliar, dari sebelumnya Rp 198,19 miliar.
Adapun perusahaan BUMN yang sudah dibubarkan antara PT Industri Gelas atau Iglas, PT Industri Sandang Nusantara (ISN), dan PT Kertas Kraft Aceh (KKA).
Pembubaran ketiga BUMN ini telah melalui jalan panjang. Secara resmi, ketiga BUMN ini dibubarkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) yang sedang diusulkan dan diharapkan dapat rampung pada Juni 2022.
Aturan baru membuat para anggota direksi, khawatir dalam pengambilan keputusan. Padahal direksi dalam hal ini hanya menjalankan aksi korporasi.
Nissa | Jumat, 17 Juni 2022 - 07:27 WIB
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) angkat bicara soal aturan baru yang diterbitkan Presiden Joko Widodo. Jokowi telah menerbitkan aturan komisaris dan direksi harus bertanggung jawab ketika Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami kerugian.
Direktur Keuangan Garuda, Prasetyo mengatakan, aturan baru membuat para anggota direksi, khawatir dalam pengambilan keputusan. Padahal direksi dalam hal ini hanya menjalankan aksi korporasi.
"Dengan ini, direksi yang tidak mengambil keputusan terkesan 'selamat'," kata Prasetyo dalam sebuah Webinar, Selasa (14/6).
Ia khawatir, akibat keragu-raguan, kondisi perusahaan menjadi stagnan dan tidak berkembang. Ujungnya, tujuan didirikannya BUMN menjadi terhambat dan tidak dapat tercapai.
Garuda akan berusaha untuk meminimalisir kerugian dan mengembangkan perusahaan lewat harmonisasi pendekatan bisnis dan pendekatan hukum. Kemudian, mereka tetap akan bekerja sama dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai pihak yang berwenang untuk memeriksa laporan keuangan.
Selanjutnya, menyebarkan informasi kepada aparat penegak hukum, bahwa pengertian keuangan negara pada Undang-undang Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbeda dengan pengertian kekayaan yang diatur dalam UU BUMN dan UU Perseroan Terbatas.
"Juga perlu mengedepankan peran pemegang saham dalam penjatuhan sanksi atas kinerja direksi BUMN yang melanggar doktrin business jusdgement rule (BJR)," kata Prasetyo dikutip katadata.co.id.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005.
Tanggung jawab direksi tertuang pada Ayat (1) Pasal 27, yang menyebutkan "Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha BUMN."
Selanjutnya pada Ayat (2), "Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)."
Bahkan pada Ayat (3), menteri pun dapat menggugat anggota direksi ke pengadilan, jika dinilai telah melakukan kesalahan atau kelalaian yang pada akhirnya menimbulkan kerugian terhadap BUMN.
Namun, PP ini juga menjelaskan bagaimana jajaran direksi dapat terlepas dari tanggung jawab tersebut. Mereka harus dapat membuktikan bahwa, kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya serta mengurus dengan itikad baik dan kehati-hatian.
Hal yang sama juga berlaku untuk jajaran komisaris dan dewan pengawas. Mereka bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian BUMN, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.